
Mereka berbuat sesuatu, karena masyarakat menginginkannya.
Mereka menolak untuk hidup dalam kebebasan, karena itu menakutkan. Orang-orang
ini menjalani hidup-yang-bukan-hidup. Mereka hidup, namun sebenarnya sebaliknya.
Di sisi lainnya, banyak juga orang hidup, tetapi mereka
diperbudak oleh ambisi-ambisi pribadinya, sehingga menjadi buta akan segala
hal. Mereka hidup, tetapi tidak sungguh hidup, karena terus berada dalam
tegangan dan penderitaan. Ambisi itu rapuh. Ketika orang gagal mewujudkannya,
kekecewaan datang tak terkendali. Ketika terwujud, rasanya hampa dan tawar,
seperti sayur tanpa garam.
Ambisi
menciptakan ketegangan dalam diri. Ia membuat orang tak peduli dengan
lingkungannya. Ia hanya terpaku untuk mewujudkan satu tujuan, yakni ambisinya
sendiri, jika perlu dengan mengorbankan orang lain. Orang semacam ini juga
tampak hidup, tetapi sebenarnya juga sebaliknya.
Makanan juga seharusnya menyehatkan. Namun, yang kini terjadi
adalah, makanan justru menjadi sumber penyakit bagi tubuh. Dengan kata lain,
makanan kini telah berubah menjadi racun. Ia tidak menghidupkan dan
menyehatkan, tetapi justru membunuh secara perlahan, seringkali tanpa kita
sadari.
Para
dokter dan ahli gizi disuap untuk memasarkan obat-obat dan bahan makanan yang
tidak dibutuhkan masyarakat. Racun pun kini dilihat sebagai obat dan makanan
yang bergizi. Semuanya terbalik. Yang paling dirugikan adalah masyarakat luas
yang tak memiliki pengetahuan mencukupi tentang dunia yang terbalik ini.
Untuk bisa hidup, manusia harus bekerja. Dengan bekerja, ia
lalu mampu mewujudkan kemampuan dan bakat-bakatnya yang sebelumnya terpendam.
Ia pun lalu bisa menjalani hidup yang penuh dan bahagia. Namun, yang terjadi
adalah, kini pekerjaan juga menghisap dan memperbudak manusia. Ia menjadikan
manusia sebagai alat untuk meraih keuntungan finansial.
Orang
diperas untuk bekerja, sampai melewati batas. Banyak orang mengalami penyakit,
karena tekanan semacam ini. Perbudakan kini ditutupi dengan konsep-konsep
bagus, seperti outsourcing. Pekerjaan tidak lagi menunjang dan
mengembangkan hidup manusia, tetapi justru menghancurkannya, tanpa ampun.
Pendidikan juga mengalami nasib yang sama. Pendidikan berfungsi
untuk mendidik, sehingga orang bisa menjadi cerdas, baik secara intelektual,
moral, fisik maupun emosional. Yang terjadi kini adalah, pendidikan justru
memperbodoh. Anak diminta untuk menghafal dan mengerjakan hal-hal yang amat
sulit, namun tak berguna untuk kehidupan.
Akibatnya,
mereka tidak bahagia. Mereka mengalami tekanan batin, karena pendidikan yang
dijalaninya. Kecerdasan intelektual menurun. Kecerdasan emosional, fisik dan
moral juga makin rendah. Pendidikan justru menjadi sumber dari segala
penderitaan dan masalah kehidupan.
Hal yang sama terjadi di bidang ekonomi. Ekonomi bertujuan
untuk menciptakan kesejahteraan bersama, tanpa kecuali. Yang kini terjadi,
ekonomi memperkaya satu pihak, dan pada saat yang sama mempermiskin pihak
lainnya. Ia menciptakan jurang yang amat besar antara si kaya dan si miskin. Dari
jurang tersebut, lahirlah konflik antar manusia. Orang hidup dalam rasa iri dan
curiga satu sama lain. Apartemen mewah bersandingan dengan pemukiman kumuh di
berbagai tempat di dunia. Semua ini terjadi, akibat tata ekonomi yang telah
kehilangan akar dan tujuan dasarnya.
Politik juga mengalami nasib yang sama. Politik seharusnya
merupakan tata kelola untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Namun, ia kini juga sudah terbalik. Politik menjadi ajang memperebutkan
kekuasaan, guna meningkatkan kekayaan pribadi. Korupsi
menggerogoti politik dari dalam. Kebohongan dan penipuan dianggap merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari politik. Orang curiga dan nyinyir begitu
berbicara soal politik. Politik telah kehilangan rohnya, dan menjadi arena tinju
kekuasaan antara orang-orang yang rakus dan ambisius.
Bidang kesehatan juga telah mengalami pembalikan. Bidang
kedokteran seharusnya membuat orang sehat, dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Yang kini terjadi adalah sebaliknya. Orang justru dibuat ketergantungan dengan
berbagai obat, dan kemudian harus menjalani hidup yang penuh dengan
penderitaan, karena ketergantungan itu. Banyak
dokter yang memberikan nasihat palsu kepada pasiennya, guna memperoleh
keuntungan dari perusahaan-perusahaan obat yang membayar mereka.
Penelitian-penelitian di bidang psikologi juga menyesatkan, dan justru membuat
orang semakin menderita secara batin dalam hidupnya. Uang dihamburkan untuk
berbagai penelitian, namun hasilnya justru malah menyakiti manusia. Yang
diciptakan bukanlah cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup manusia,
melainkan justru penyakit-penyakit baru.
Apa
yang Terjadi?
Mengapa
ini semua terjadi? Bagaimana kita memahami gejala hidup yang terbalik ini? Semua
gejala ini menandakan satu hal, yakni hancurnya peradaban. Manusia tidak lagi
hidup dengan nilai, melainkan hanya menuruti begitu saja keinginan dan
ambisinya. Akibatnya, semua sistem penopang kehidupan bersama tidak lagi
berjalan. Konflik dan penderitaan pun semakin mewarnai kehidupan manusia, dan hidup
manusia pun semakin terbalik.
Apa
yang terjadi sekarang ini merupakan suatu krisis yaitu suatu keadaan, dimana
pandangan dan nilai-nilai lama sudah tidak lagi digunakan, dan nilai-nilai baru
belum diterima secara umum. Manusia pun hidup dalam situasi “diantara”, tanpa
kepastian dan pegangan yang jelas.
No comments:
Post a Comment