Thursday, April 14, 2011

"Menumbuhkan Sikap Kewirausahaan Siswa"

Salah satu dampak logis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah terjadinya persaingan global di segala bidang, kondisi ini menuntut dunia pendidikan untuk mempersiapkan sumber daya insani yang cerdas, andal pada bidangnya, produktif dan inovatif terhadap perubahan zaman.

Adalah sebuah realitas yang tidak dapat dimungkiri banyak lulusan pendidikan kita banyak yang tidak siap dengan terpaan arus globalisasi. Hal ini ditandai dengan kecenderungan meningkatnya angka pengangguran setiap tahunnya, potensi calon tenaga kerja banyak yang kesulitan mencari kerja daripada menciptakan lapangan kerja baru berkompetisi dalam dunia usaha.

Kecenderungan tersebut tidak terlepas dari hasil pendidikan kita yang terjebak pada pola pembelajaran hanya menitikberatkan pada aspek kognitif semata dengan menafikan proses kreatif dalam pembelajaran sebagai bentuk keterampilan hidup, yang menumbuhkan etos kerja ilmiah semenjak dini.

Sampiran kecil untuk fenomena tersebut adalah bagaimana siswa mendapatkan pelajaran tentang sumber daya alam (SDA), sebagaimana sajian dari literatur buku yang mereka dapat, siswa hafal betul macam-macam sumber daya alam dan daerah penghasilnya, tetapi tidak ada ruang kreatif bagi siswa bagaimana mengelola SDA untuk lebih efektif dan efisien dengan nilai jual yang lebih, sebagai bekal keterampilan hidup.

Hasil dari sebuah pembelajaran sesungguhnya adalah proses kreatif dari pembelajaran itu sendiri yang memberikan pengalaman belajar yang mengondisikan siswa secara sadar sukarela untuk belajar, mengukur keberhasilan dari pembelajaran dengan tolok ukur nilai angka dalam jangka pendek masif sifatnya dalam rentang waktu yang dijalani siswa di kehidupan yang nyata. Yang mereka butuhkan sesungguhnya adalah sebuah pengalaman belajar yang menumbuhkan dan membentuk karakter kreatif untuk sigap menyikapi setiap tantangan di dunia nyata.

Agar anak tidak gagap menghadapi dunia nyata di sekitar mereka, salah satunya adalah dengan mendekatkan mereka pada konsep pelajaran dengan lingkungan di sekitar siswa, sebagai satu jembatan untuk memberikan pengalaman pembelajaran yang mengesankan, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa. Konsep ini dikenal dengan pendekatan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning ( CTL ).

Pembelajaran kontekstual (CTL) ini diharapkan mampu menjadi realisasi dari konsep verbal pembelajaran yang didapat siswa dari proses belajar. Ada proses taransformasi yang mengesankan bahwa pelajaran yang mereka pahami bermanfaat langsung dalam kehidupan keseharian mereka.

Alternatif dari pembelajaran CTL dengan mengemas pembelajaran terpadu antara mata pelajaran IPA pada kompetensi dasar membuat model teknologi sederhana dengan mata pelajaran IPS pada kompetensi sumber daya alam dengan kolaborasi model pembelajaran penemuan (inkuiri) dan model pembelajaran kerjasama kelompok (kooperatif).

Pembelajaran tersebut dapat dikemas dalam bentuk kegiatan festival teknologi sederhana, secara berkelompok siswa menghasilkan suatu karya model teknologi sederhana dengan orientasi pengolahan sumber daya alam di sekitar siswa. Didahului dengan proses observasi lingkungan, analisis data sederhana, perencanaan karya, perakitan karya dan presentasi keunggulan karya.

Festival teknologi sederhana pengelolahan sumber daya alam adalah alternatif model pembelajaran terpadu IPA dan IPS yang berfungsi sebagai wahana dan sarana strategis yang efektif untuk menumbuhkan karakter ke-wirausahaan (enterpeanur) siswa sejak dini. Pembelajaran seperti ini diharapkan akan mendidik siswa agar terbiasa mengembangkan bakat dan kreativitas mereka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mengembangkan potensi lingkungan di sekitar siswa.

Sementara bagi para pengajar dengan adanya festival teknologi sederhana pengelolahan sumber daya alam ini adalah sebuah langkah kecil yang diharapkan mampu menjadikan suatu pembelajaran yang lebih bermakna membantu guru mengaitkan konsep mata pelajaran dengan situasi dunia nyata serta menumbuhkan proses kreatif siswa dalam menyikapi potensi lingkungan sekitarnya, arif dalam berkompetisi, inovatif dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pendidikan Mahal

Realitas sosial secara global menunjukkan bahwa dunia pendidikan di Indonesia adalah yang tertinggal bahkan dari negara-negara tetangga di rantau ASEAN sekalipun. Karena kenyataannya sampai saat ini pemerintah belum sanggup memenuhi anggaran pendidikan 20 persen di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan. Akibatnya, realitas dunia pendidikan kita pun belum mampu bersaing dalam tataran globalisasi.

Dunia pendidikan kita masih belum bisa menjawab tantangan kemajuan zaman. Kondisi pendidikan Indonesia juga sudah jauh tertinggal dari negara-negara tetangga sesama ASEAN. Berdasarkan laporan UNDP, indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2007 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-108 dari 177 negara.

Penilaian yang dilakukan oleh lembaga kependudukan dunia (UNDP) ini menempatkan Indonesia pada posisi yang jauh lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. Kondisi tersebut justru berbanding terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar.

Sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa, terutama adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar. Meskipun hampir seluruh anak usia 7-12 tahun sudah bersekolah, masih terdapat sebagian anak yang tidak bersekolah, terutama karena alasan ekonomi atau tinggal di daerah terpencil yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan.

Demikian pula dengan anak usia 13-15 tahun yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan paling tidak sampai dengan pendidikan dasar, sebagian tidak dapat bersekolah. Pada saat yang sama kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya.

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun hanya bagus di kertas tapi bermasalah dalam implementasi. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, namun masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin.

Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Tertinggalnya pembangunan pendidikan di Indonesia akan membawa dampak buruk bagi masa depan anak-anak Indonesia sehingga angka pengangguran dan kemiskinan semakin bertambah.

Rendahnya perhatian negara terhadap sektor pendidikan sebagai sektor yang harus diperhatikan secara serius berdampak pada kebobrokan dunia pendidikan dengan maraknya praktik komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Pendidikan menjadi barang mahal sehingga anak-anak bangsa yang miskin dan tidak mampu akan terlempar dari dunia pendidikan. Pendidikan hanya mampu dinikmati oleh orang-orang kaya yang berpunya. Orang yang punya uang, mereka bebas menikmati kualitas pendidikan yang baik. Jika miskin maka harus pasrah dengan kualitas pendidikan yang seadanya, tidak bermutu dan menyedihkan. Padahal, pendidikan berkualitas dan bermutu mestinya harus sudah bisa dinikmati oleh seluruh anak bangsa negeri ini. Pendidikan berkualitas merupakan aset negeri untuk mencetak SDM unggul di masa depan.

Pendidikan berkualitas memang membutuhkan anggaran besar. Namun, bukan berarti hal itu dibebankan kepada masyarakat. Kewajiban pemerintahlah yang seharusnya menjamin pendidikan setiap rakyatnya, baik kaya ataupun miskin dengan akses yang mudah untuk pendidikan yang bermutu.

Pendidikan akhirnya terjebak dalam telikungan kapitalisme, bukan lagi kepentingan kemanusiaan sebagaimana misi sejatinya. Kapitalisasi pendidikan jelas sangat merugikan rakyat kecil yang selama ini tidak mendapat hak pendidikan dari negara secara adil dan merata. Pendekatan paradigma kapitalisasi pendidikan senantiasa mengejar keuntungan individu dengan mengorbankan hak-hak kolektif bahkan masyarakat secara luas.

Padahal…Seperti kata Lenin : 'Berhemat-hematlah berekonomi dalam hal apa pun, kecuali untuk keperluan pendidikan.'

Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...