Oleh Komaruddin Hidayat
(rektor UIN syahida jkt)
www.funkymonkeybedrooms.co.uk
Alkisah, hidup seorang raja kaya raya dan dicintai rakyat, tetapi sudah mulai uzur sehingga harus menyerahkan takhta kerajaan kepada calon putra mahkotanya. Namun, raja ragu. Benarkah putranya sudah siap menerima tugas berat dan mulia itu?
Untuk menepis keraguan itu, Sang Raja ingin menguji putranya apakah layak dipercaya untuk memikul beban yang begitu berat sebagai calon penggantinya. Maka dipanggillah dia, dinasihati dan diberi tahu bahwa takhta kerajaan ini akan segera dilimpahkan kepadanya. Namun, sebelum itu, Sang Raja menyuruh putranya bersemadi dan tinggal di hutan setahun.
Tiba hari yang ditetapkan, berangkatlah putra mahkota itu dengan bekal dan pengawal sekadarnya. Dalam bulan-bulan pertama dia bingung. Apa yang sesungguhnya dikehendaki oleh ayahnya dan apa yang mesti dilakukan di hutan?
Maka, selain bersemadi, dia juga mengamati berbagai ragam pohon dan hewan penghuni hutan sehingga mengenal beragam buah-buahan dan rasanya. Dia pun mengenal aneka hewan dan suaranya serta jenis makanannya.
Putra mahkota tadi menghitung hari dan bulan, kapan saatnya kembali ke kerajaan menghadap ayahnya lalu dinobatkan di depan rakyat sebagai raja. Singkat cerita, setelah genap setahun, putra mahkota pulang dengan gembira, membayangkan pesta pengangkatan sebagai raja muda yang akan dikelilingi oleh wanita-wanita cantik serta pengawal yang selalu melayani dan menjaganya.
Setiba di kerajaan, setelah istirahat dan beradaptasi dengan kehidupan di lingkungan istana, ayahnya memanggil dan bertanya, ”Coba ceritakan kepadaku pengalaman apa yang kau dapatkan setelah setahun bermeditasi dan tinggal di hutan.” Putra mahkota menjawab dan menjelaskan panjang lebar tentang beragam tumbuhan dengan aneka ragam bunga dan buahnya serta rasanya. Selain itu, aneka ragam hewan, dari warnanya, makanannya, hingga suaranya.
Setelah selesai menceritakan pengalamannya dengan semangat dan panjang lebar, ayahnya berkata, ”Engkau mesti pergi lagi setahun tinggal di hutan. Aku belum yakin engkau akan mampu menerima amanat sebagai raja menggantikan diriku. Minggu depan engkau mesti pergi lagi.”
Dengan hati gundah dan pikiran bingung, putra mahkota pergi lagi ke hutan. Dia berpikir keras, apa yang kurang dan apa yang dikehendaki ayahnya sehingga dirinya mesti kembali lagi hidup di hutan. Sesampai di hutan dia melakukan meditasi dan perenungan kemudian mengisi hari-harinya dengan menikmati udaranya yang sejuk dan bau harum bunga serta mendengarkan suara berbagai hewan.
Pada tahun kedua ini, dia lebih jeli. Semakin tajam mata, telinga, dan intuisinya mengamati serta membaca apa pun yang ada di sekitarnya. Sampai-sampai dia mampu memahami bahasa hewan dan tumbuhan-tumbuhan serta isyarat alam. Bahkan, ia sudah mampu membaca tanda-tanda kalau akan terjadi bencana alam. Merasa sudah menyatu dengan alam, putra mahkota tadi semakin betah dan tidak berpikir lagi hendak pulang ke istana. Sampai-sampai setelah setahun berlalu, karena putranya belum juga pulang, sang ayah mengirim utusan untuk menjemputnya.
Banyak topeng di istana
Setelah cukup istirahat, Sang Raja bertanya kepada anaknya yang diharapkan menjadi peng- gantinya mengenai pengalaman apa saja yang didapat setelah dua tahun tinggal di hutan. Maka, sang anak pun bercerita panjang lebar bahwa pada tahun kedua tersebut dia semakin betah di hutan karena merasa telah menyatu dengan semua penghuni hutan. Bahkan, dia sudah memahami semua bahasa hewan, tumbuh-tumbuhan, air, api, serta angin.
Wajah sang ayah pun menjadi ceria karena merasa berhasil mempersiapkan calon pengganti raja. ”Ketahuilah anakku,” kata sang ayah, ”menjadi pemimpin itu harus mampu mendengarkan apa yang tidak terucapkan. Mampu melihat apa yang tidak terlihat. Mampu membaca apa yang tidak tertulis. Kalau kamu sudah mampu membaca dan mendengarkan suara serta perilaku alam, itu merupakan modal besar bagimu untuk menjadi pemimpin di negeri ini.”
”Ketahuilah anakku,” tutur sang ayah, ”dari zaman ke zaman antara istana dan rakyat itu selalu terdapat tembok yang membatasi sehingga, jika kamu tidak memiliki ketajaman hati, pikiran, dan intusisi, kamu tidak akan memahami apa yang tengah dirasakan dan dipikirkan rakyatmu. Kamu tidak akan paham apakah rakyatmu mencintaimu atau membencimu.”
”Ketahuilah anakku,” ujar sang ayah lagi, ”istana itu ibarat gudang madu dan segala makanan yang enak, yang mengundang semut, tikus, dan berbagai hewan akan mendekat untuk ikut menikmatinya. Ingat dan pegang teguh pesanku ketika suatu saat kamu telah duduk menggantikan posisiku.”
”Tidak semua yang ada di sekelilingmu adalah teman setiamu karena teman sejati baru akan ketahuan ketika kamu menangis, ketika kamu dalam bahaya, bukannya ketika kamu senang-senang berpesta ria. Orang-orang di sekelilingmu akan selalu memuji kamu sehingga kamu jarang mendengarkan kritik serta kata tidak di istana ini.”
”Asah terus ketajaman mata, telinga, pikiran, dan kebeningan hati yang telah engkau latih selama kamu tinggal di hutan belantara karena di istana akan kamu temui orang-orang yang bertopeng sehingga kamu harus mampu membaca hati dan pikiran yang tersembunyi di belakangnya.”
Mendengar nasihat sang ayah, putra mahkota baru menyadari betapa orangtuanya sangat bijak serta sangat mencintai negeri dan rakyatnya. Di balik pakaian kebesarannya sebagai raja, ayahnya ternyata memiliki hati yang sangat lembut, yang mudah tersayat ketika melihat dan mendengar rakyatnya menangis karena sakit atau lapar.
Rupanya ayahnya juga sering mengenakan topeng, pergi menyamar mendengarkan obrolan rakyatnya dari dekat karena apa yang dilihat dan didengarkan di istana sangat jauh berbeda daripada realitas di luarnya.
Semoga puasa Ramadhan ini akan mempertajam kembali pancaran hati nurani kita, terutama bagi siapa pun yang hendak atau tengah memegang jabatan sebagai pemimpin di negeri ini.
Tuesday, August 9, 2011
Pendidikan Reflektif untuk Indonesia

Tujuan tertinggi hidup manusia adalah mencapai kebijaksanaan. Di dalam kebijaksanaan orang juga bisa mendapatkan kebahagiaan. Namun perlu diingat bahwa satu-satunya jalan mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan adalah dengan belajar seumur hidup, tanpa kenal lelah. Orang perlu menjadi mahluk pembelajar, supaya ia bisa mencecap kebahagiaan dan kebijaksanaan di dalam hidupnya.
Namun belajar pun ada banyak macamnya. Yang seringkali kita temukan adalah pola belajar menghafal, lalu menuangkan semua yang ada ke dalam ujian yang ada. Banyak ahli pendidikan yang sudah mengritik habis pola ini, namun percuma, karena pola itu tetap berjalan. Pola belajar semacam ini tidak hanya sia-sia, tetapi justru memperbodoh, dan membuat peserta didik menjadi robot-robot yang miskin kreativitas.
Yang kita perlukan adalah pedagogi pendidikan reflektif. Pedagogi ini tepat berkebalikan dengan pola menghafal. Yang diutamakan bukanlah banyaknya informasi, tetapi sedalam apakah informasi yang telah ada dianalisis dan dimaknai untuk sampai pada nilai-nilai luhur kehidupan. Inilah jalan yang perlu ditempuh, supaya pendidikan bisa membawa peserta didik menuju pada kebijaksanaan.
Pengalaman
Langkah pertama di dalam pedagogi reflektif adalah memperoleh pengalaman. Pengalaman adalah bahan mentah untuk proses analisis dan refleksi kehidupan. Tanpa pengalaman orang tak punya bahan untuk dianalisis maupun direfleksikan. Tanpa pengalaman hidupnya akan steril, dan semakin jauh dari kebijaksanaan.
Pengalaman bisa dua macam, yakni pengalaman langsung dan tidak langsung. Pengalaman langsung lahir dari peristiwa yang dialami langsung. Sementara pengalaman tidak langsung lahir dari mendengar atau membaca kisah orang lain. Keduanya amat berharga sebagai bahan mentah untuk proses analisis dan refleksi atas kehidupan.
Pengalaman juga tidak harus pengalaman yang besar. Pengalaman sehari-hari seperti berjumpa dengan teman pun bisa menjadi bahan analisis maupun refleksi yang mendalam. Yang diperlukan adalah kepekaan hati di dalam melihat serta mengalami beragam peristiwa yang ada. Hanya dengan begitu orang memiliki cukup “bahan mentah” untuk menjadi bijaksana.
Penting juga dicatat bahwa banyaknya pengalaman sama sekali bukan jaminan, bahwa orang itu bijaksana. Pengalaman yang berlimpah ruah, namun tak disertai proses analisis dan refleksi yang mendalam, tidak akan pernah berbuah menjadi butir-butir yang mengarahkan orang untuk menjadi bijaksana. Ia akan menjadi old fool, atau bahkan busy fool. Sebaliknya orang yang sedikit pengalaman, namun rajin melakukan analisis dan refleksi yang mendalam, akan lebih dekat ke arah kebijaksanaan, walaupun usianya mungkin saja masih muda.
Analisis
Langkah kedua adalah melakukan analisis atas pengalaman yang ada. Di dalam analisis orang diminta untuk mengajukan pertanyaan yang amat penting, yakni “mengapa” pengalaman tersebut terjadi pada saya? Dan mengapa pengalaman itu bisa ada? Pertanyaan “mengapa” adalah pertanyaan penelitian yang paling menarik, penting, sekaligus sulit untuk dijawab.
Misalnya orang memiliki pengalaman berjalan di pemukiman kumuh di tengah kota. Pada level analisis ia bisa mengajukan pertanyaan berikut, “Mengapa pemukiman kumuh ini bisa ada di tengah-tengah kota?” Pada level analisis peserta didik diajak untuk berpikir secara ilmiah menanggapi beragam fenomena kehidupan yang ada. Ia juga diajak untuk melihat gambaran besar dari berbagai peristiwa yang dialaminya.
Pada level analisis untuk bisa menjawab pertanyaan “mengapa”, orang perlu membaca dan berdiskusi secukupnya. Ia perlu mendapat masukan, guna bisa menganalisis secara tajam apa yang dialaminya. Hasil dari analisis adalah kesadaran diri yang bisa menuntun orang untuk semakin bijak bersikap di dalam hidupnya. Ia bisa menempatkan diri dengan pas di tengah berbagai fenomena kehidupan yang mengelilinginya.
Refleksi
Langkah ketiga adalah langkah yang terpenting, yakni proses refleksi diri. Pada langkah analisis orang masih menggunakan kekuatan intelektual untuk memahami gejala yang dialami. Ia menjadi seorang ilmuwan yang hendak berusaha memahami alam, natural maupun sosial, yang memang penuh teka teki. Namun pada level refleksi, pertanyaan berubah dari “mengapa” menjadi “apa makna peristiwa ini bagi perkembangan pribadi saya sebagai manusia?”
Pertanyaan tentang makna mengajak orang untuk mendalami pengalaman hidupnya. Pengalaman tidak lagi tinggal menjadi pengalaman, tetapi berubah menjadi nilai-nilai hidup yang menggerakan dirinya untuk menjadi semakin bijaksana. Ia mengalami perubahan hati dan pikiran di dalam hidupnya. Ia menjadi manusia baru yang juga melihat dunia dengan cara yang baru.
Proses refleksi adalah jantung hati pendidikan. Di dalam proses refleksi, pengalaman dan informasi yang diperoleh diubah menjadi nilai-nilai kehidupan yang menggerakan hati, pikiran, dan tindakan. Di dalam proses refleksi, seluruh proses pendidikan berubah menjadi proses yang penuh inspirasi dan kebijaksanaan. Kepekaan hati bertambah, daya analisis meningkat tajam, dan proses pembuatan keputusan menjadi jauh lebih tercerahkan. Itulah buah-buah proses refleksi di dalam pendidikan.
Aksi/Kreasi
Refleksi akan mendorong orang untuk berubah dalam hidupnya. Ia akan memiliki perilaku baru yang sebelumnya tak ada. Proses refleksi yang amat dalam akan mengubah orang sampai ke hatinya. Ia akan menjadi manusia baru yang lebih bijaksana.
Refleksi akan mendorong aksi. Aksi bisa berupa macam-macam hal, mulai dari perubahan hati, sampai proses kreasi. Ia akan mencipta sesuatu sebagai ekspresi dari kedalaman refleksi diri. Hasil ciptaannya biasanya terkait dengan profesinya, atau kemampuan yang tertanam di dalam dirinya.
Seorang guru yang melakukan proses refleksi secara mendalam akan mengajar dengan penuh hati dan cinta. Ia akan mengembangkan metode mengajar yang paling pas untuk anak didiknya. Ia akan menjadi guru yang inspiratif sekaligus teladan bagi kehidupan anak didinya.
Seorang dokter yang melakukan proses refleksi yang mendalam akan membantu orang di dalam sakitnya dengan hati, perhatian, serta pengetahuannya. Ia akan melayani dengan cinta, dan menghindari diskriminasi di dalam prakteknya. Ia tidak akan memeras uang dari orang yang tengah menderita. Ia tidak hanya menyembuhkan tubuh yang luka, tetapi juga menyembuhkan hati yang merindukan harapan.
Refleksi akan mendorong lahirnya tindakan. Tindakan akan menciptakan pengalaman. Pengalaman itu kemudian dianalisis, direfleksikan, dan akan melahirkan tindakan mencipta yang baru. Tindakan mencipta akan melahirkan pengalaman, dan begitu seterusnya. Inilah proses belajar reflektif yang perlu diterapkan di Indonesia.
Untuk Indonesia
Mengapa pola pendidikan reflektif ini amat penting untuk Indonesia? Saya setidaknya melihat tiga alasan utama. Pertama, pola pendidikan reflektif adalah pendidikan yang sesungguhnya. Pola ini tidak hanya mengedepankan aspek intelektual-menghafal semata, tetapi juga menghidupi, serta mengolah apa yang dipelajari menjadi nilai-nilai hidup yang utama. Pola ini membuat para peserta didik mengalami perubahan berpikir secara mendasar di dalam hidupnya.
Dua, dengan pola pendidikan reflektif, peserta didik tidak hanya diajarkan untuk menjadi pelayan dunia bisnis dan industri, seperti yang sekarang ini banyak terjadi di berbagai institusi pendidikan di Indonesia, tetapi juga menjadi manusia dalam arti yang seutuhnya. Ia dididik untuk menjadi well rounded person, yakni pribadi yang memiliki karakter kuat di dalam hidupnya, dan terampil di dalam profesinya.
Semua ini terjadi karena proses pendidikan dilakukan dengan pola analisis dan refleksi yang terus menerus, sampai peserta didik mampu melangkah untuk semakin bijak dalam hidupnya. Peserta didik bukanlah “tukang” yang hanya bekerja tanpa kreativitas dan cinta. Ia menjadi manusia yang bekerja dengan penuh cinta, hasrat, serta kreativitas yang berkobar-kobar untuk mengembangkan diri dan komunitasnya.
Jika setiap orang di Indonesia menerapkan pola belajar reflektif ini di dalam hidupnya, dan setiap institusi pendidikan menerapkan pedagogi reflektif di dalam kegiatan belajar mengajarnya, maka bangsa Indonesia telah berada di jalan yang benar untuk menjadi bangsa yang maju secara ilmu, teknologi, ekonomi, dan besar secara moral maupun hati nurani. Jadi tunggu apa lagi?***
Subscribe to:
Posts (Atom)
Antagonis - Politik
Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...

-
Sekilas tentang Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Apa itu Pemanasan Global? Pemanasan Global adalah proses kenaikan suhu rat...
-
Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rubella. Nama "rubella" berasal dari...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains dan tekhnologi saling bedampingan. Seiring semakin pesatnya perkembangan tekhnologi, maka diperlu...