“Dialah
yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan
isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya,
isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan
(beberapa waktu). kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri)
bermohon kepada Allah Tuhannya, seraya berkata, “Sesungguhnya jika Engkau
memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang
bersyukur”. (QS. Al A’raf : 189).
Menurut Ulama, berdasarkan pada ayat ini, maka
kehamilan terbagi menjadi dua, yaitu “Hamil Majazi” dan “Hamil Hakiki”. Ada-pun
yang dimaksud dengan hamil majazi adalah di mana seorang wani-ta telah
dinyatakan hamil, namun belum terasa berat akibat kehamilan-nya itu,
atau_menurut ayat di atas_ disebut dengan hamil ringan. Adapun yang dimaksud
dengan hamil hakiki adalah di mana seorang wanita yang hamil tersebut telah
benar-benar nyata kehamilannya dan merasakan beratnya kehamilan tersebut_atau
menurut ayat di atas_disebut dengan hamil berat.
Salah satu tradisi yang berkembang di masyarakat
berkenaan dengan kehamilan adalah acara selamatan empat bulanan, namun ada juga
yang mengadakannya dengan tujuh bula-nan.
Ketika usia kandungan mencapai empat atau tujuh
bulan, maka diada-kanlah acara selamatan atau syukuran dengan mengundang sanak
famili dan tetangga-tetangga dekat. Setelah me-reka berkumpul, biasanya acara
dimulai dengan pembacaan surat Yusuf dan surat Maryam, sebagai simbol dari
bentuk permohonan kepada Tu-han. Dengan membaca surat Yusuf diharapkan jika
kelak anaknya lahir laki-laki, maka akan sebaik dan seganteng nabi Yusuf AS,
sedangkan jika yang terlahir adalah perempuan, maka diharapkan anaknya akan
secantik Siti Maryam.
Pada dasarnya ritual empat bulanan ataupun tujuh
bulanan merupakan tradisi yang baik karena sarat dengan dzikir dan do’a mohon
keselamatan bagi wanita yang mengandung dan janin yang dikandungnya. Hanya saja
menjadi keliru ketika hal ini dianggap satu kewajiban.
Bagi yang melaksanakan empat bulan, biasanya mereka berpegang kepada hadits Nabi Saw sebagai berikut:
Bagi yang melaksanakan empat bulan, biasanya mereka berpegang kepada hadits Nabi Saw sebagai berikut:
“Sesungguhnya
salah seorang di antara kamu dikumpulkan bentuk kejadiannya dalam bentuk
nuthfah (air mani) selama 40 hari, kemudian menjadi ‘alaqah (darah yang beku)
selama itu pula, lalu menjadi mudhgah (sepotong daging) selama itu juga.
Kemudian diutus satu Malaikat kepadanya. Maka Malaikat itu meniupkan ruh
padanya. Lalu Malaikat itu diperintah untuk menuliskan empat ketentuan yaitu,
tentang rizkinya, umurnya, amalnya dan apakah termasuk ke dalam gologan orang
yang celaka atau orang yang beruntung”. (HR. Bukhari Muslim).
Mengacu pada hadits ini, sementara orang
mengadakan acara syukuran empat bulanan dengan harapan agar apa yang ditentukan
Allah kepada si cabang bayi adalah ketentuan yang paling baik. Acara semacam
ini me-rupakan satu hal yang sangat positif, di mana proses pembentukan
generasi yang shaleh di mulai dari sini.
Bagi ummat Islam, proses pembentu-kan generasi
yang shaleh sudah diusahakan semenjak bayi dalam kandungan. Itu sebabnya pada
syuku-ran empat bulanan biasa dilantunkan ayat-ayat A Qur’an serta dzikir dan
do’a-do’a yang ditujukan untuk keba-ikan dan keselamatan serta kesejahte-raan si
cabang bayi dan bagi kedua orang tuanya. Salah satu contoh do’a yang biasa
dibaca adalah:
“Ya Allah,
curahkanah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami Nabi Muhammad dan
kepada seluruh keluarganya. Ya Allah, jika yang ada dalam rahimnya itu seorang
bayi laki-laki, maka jadikanlah ia seorang anak yang shaleh, bagus rupanya,
sempurna kejadiannya, selamat se-jahtera, luas ilmunya serta menga-malkannya,
taat beragama, memiliki akhlak yang baik, banyak hartanya lagi pemurah, serta
senantiasa mem-peroleh pertolongan dari Engkau dalam melakukan segala kebajikan.
Dan jika yang ada dalam rahimnya itu seorang bayi perempuan, maka jadikanlah ia
seorang anak yang shalehah, cantik rupanya, sempurna kejadiannya, selamat
sejahtera, luas ilmunya serta mengamalkannya, taat beragama, memiliki akhlak
yang baik, banyak hartanya lagi pemurah, serta senantiasa memperoleh
pertolo-ngan dari Engkau dalam melakukan segala kebajikan. Ya Allah,
seandai-nya Engkau telah menetapkannya ke dalam golongan orang-orang yang
memperoleh kebahagiaan, maka te-tapkanlah ia didalam golongan orang-orang yang
memperoleh keba-hagiaan itu. Akan tetapi jika Engkau telah menetapkannya dalam
golo-ngan orang yang mendapat kecelaka-an, maka hapuslah ia dari golongan
orang-orang yang celaka dan tetap-kanlah ia dalam golongan orang-orang yang
memperoleh kebahagia-an. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa untuk menghapus
sesuatu dan menetapkannya, dan hanya di sisi Engkaulah Ummul Kitab”.
Lain halnya orang yang mengadakan prosesi tujuh
bulanan. Selain mem-baca do’a di atas biasanya ditambah dengan do’a mohon
keselamatan pada saat melahirkan. Hal ini_yakni syukuran tujuh
bulanan_dilaksanakan bukan tanpa dasar. Perhatikan kembali firman Allah
berikut:
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia me-rasa senang kepadanya. Maka sete-lah dicampurinya, isterinya itu me-ngandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah Tu-hannya, seraya berkata, “Sesungguh-nya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyu-kur”. (QS. Al A’raf : 189).
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia me-rasa senang kepadanya. Maka sete-lah dicampurinya, isterinya itu me-ngandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah Tu-hannya, seraya berkata, “Sesungguh-nya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyu-kur”. (QS. Al A’raf : 189).
Ayat ini seakan-akan menganjurkan untuk memperbanyak berdo’a ketika seorang ibu mengandung, lebih-lebih ketika mendekati masa melahirkan.
Kesimpulannya adalah, bahwa pada saat syukuran
empat bulanan kita berdo’a agar apa yang menjadi ketentuan Allah yang akan
berlaku pada cabang bayi merupakan ketentuan yang terbaik. Baik dari sisi
rizki, usia maupun nasibnya. Sedang-kan pada syukuran tujuh bulanan kita juga
berharap agar ibunda dari anak tersebut diselamatkan dalam melahir-kan serta
kelak ketika lahir seorang anak, maka anak tersebut menjadi anak yang shaleh.
Pada dasarnya syukuran empat bulan atau tujuh
bulan merupakan suatu upaya dalam rangka membentuk ge-nerasi yang berkualitas
yang diapre-siasikan dalam bentuk pembacaan dzikir dan do’a-do’a yang
dipanjat-kan kepada Allah demi kebaikan sang anak manakala ia terlahir ke alam
dunia. Tetapi sekali lagi, hal ini hanyalah satu tradisi yang baik dan positif
manakala tetap dalam bingkai syari’at.
Adapun bagi kedua orang tua hen-daknya jangan
hanya berdo’a pada saat syukuran saja. Bahkan ketika pertama kali menanam benih
ke dalam rahim kita sudah diajarkan untuk berdo’a. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika
salah seorang di antara kamu apabila mendatangi istrinya berdo’a: “Ya Allah
jauhkanlah syaitan dariku dan jauhkanlah setan dari apa yang telah Engkau
rizkikan kepadaku”, kemudian lahir seorang anak, nisca-ya anak tersebut tidak
akan dicelakai oleh syaitan”. (HR. Ibnu Majah).
Islam memberikan jalan bahwa untuk mencetak
generasi yang shaleh perlu diusahakan sejak dini. Mulai dari memilih calon
pasangan, maupun pa-da saat pertama kali menanam benih hingga ketika istri
mulai mengan-dung, seluruhnya tidak pernah lepas dari do’a dan munajat kepada
Allah.
Bagi yang berpendapat lain, jangan sampai menjadi
perdebatan yang hanya akan berujung pada perpecahan. Malahan, mestinya
perbedaan pendapat yang kerap terjadi seharusnya diarahkan kepada usaha untuk
memperdalam khazanah pengetahuan. Wallahu A’lam