Wednesday, September 9, 2015

Hadiah Al Fatihah



Perdebatan dalam hal ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah sering kita jumpai, sehingga kita dituntut untuk mencari dasar dari hukum yang bersangkutan dengan maslah tersebut.

Melakukan amaliyah pada waktu tertentu

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba'  setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari No 1193 dan Muslim No 3462)



Dalam hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan melakukannya secara terus-menerus



Mengkhususkan surat tertentu?

“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin Hadm yang setiap salat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?". Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari No 774)



Melihat Hadis diatas menunjukan sebuah indikasi diperbolehkannya menentukan membaca sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut.



Bagaimana dengan Hadiah Al Fatihah?

Sebelumnya kita perlu memahami bahwa ditinjau dari bentuk pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3: Pertama, ibadah murni badaniyah, itulah semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik. Seperti shalat, puasa, dzikir, adzan, membaca al-Quran, dst. Kedua, ibadah murni maliyah. Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta. Seperti zakat, infaq, sedekah, dst. Ketiga, ibadah badaniyah maliyah. Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai pendukung utamanya. Seperti jihad, haji atau umrah.



Ulama sepakat bahwa semua ibadah yang bisa diwakilkan, seperti ibadah maliyah atau yang dominan maliyah, seperti sedekah, atau haji, atau ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan, seperti puasa, maka semua bisa dihadiahkan kepada mayit.

Sebagaimana dalam dalil-dalil:

1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal dan punya tanggungan puasa 1 bulan. Apakah saya tunaikan puasa atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari No 1953 dan Muslim No 3749)

2. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal dan bernadzar untuk haji. Apakah saya tunaikan melakukan haji atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Hajilah atas nama beliau. Apakah kamu melihat jika ibumu memiliki hutang, bukankah kamu tunaikan? Tunaikanlah pada Allah. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari No 1852 dan Muslim No 2753)

3.Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasullah Saw: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal, apakah bisa bermanfaat jika saya bersedekah atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya.” Lelaki itu berkata: “Saya memiliki sebidang tanah, saksikanlah saya bersedekah atas nama ibu saya” (HR Bukhari No 2770)



Tidak pernah sekalipun Rasulullah Saw menolak kirim pahala kepada orang yang telah wafat. Semua dijawab oleh Rasulullah dengan “Ya”. Seandainya ada yang tidak sampai, maka niscaya akan dijelaskan oleh Rasulullah Saw. Baik kiriman dzikir, bacaan al-Quran dan sebagainya.



Bahkan Rasulullah Saw menjelaskan dalam hadis sahih, bahwa kalimat dzikir adalah sedekah:

"Dari Abu Dzar, ada beberapa sahabat bertanya kepada Nabi, "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi menjawab, "Bukankah Allah  telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).



Saran:
Terkhusus amaliyah-amaliyah di atas banyak terjadi perdebatan dikalangan ulama-ulama,
baik itu tentang masalah menghadiahkan fatihah atau mengkhususkan waktu bacaan dan surat tertentu, akan tetapi bisa kita tegaskan bahwa masalah ini termasuk dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.

Wallaahu A'lam Bishawaab




Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...