
Melakukan amaliyah pada waktu tertentu
"Diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki
tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari No 1193 dan
Muslim No 3462)
Dalam
hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya
menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan
melakukannya secara terus-menerus
Mengkhususkan
surat tertentu?
“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin
Hadm yang setiap salat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa
yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?".
Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah
bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga"
(HR al-Bukhari No 774)
Melihat Hadis
diatas menunjukan sebuah indikasi diperbolehkannya menentukan membaca sebagian
al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut.
Bagaimana dengan Hadiah Al Fatihah?
Sebelumnya kita perlu memahami bahwa ditinjau dari bentuk
pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3: Pertama, ibadah murni badaniyah, itulah
semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik. Seperti shalat, puasa, dzikir,
adzan, membaca al-Quran, dst. Kedua,
ibadah murni maliyah. Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta. Seperti
zakat, infaq, sedekah, dst. Ketiga,
ibadah badaniyah maliyah. Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai
pendukung utamanya. Seperti jihad, haji atau umrah.
Ulama sepakat bahwa semua ibadah yang bisa diwakilkan, seperti
ibadah maliyah atau yang dominan maliyah, seperti sedekah, atau haji, atau
ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan, seperti puasa, maka semua bisa
dihadiahkan kepada mayit.
Sebagaimana dalam dalil-dalil:
1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada
seorang laki-laki datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu
saya meninggal dan punya tanggungan puasa 1 bulan. Apakah saya tunaikan puasa
atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Dan hutang kepada Allah lebih
berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari No 1953 dan Muslim No 3749)
2. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada
seorang wanita datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu saya
meninggal dan bernadzar untuk haji. Apakah saya tunaikan melakukan haji atas
nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Hajilah atas nama beliau. Apakah
kamu melihat jika ibumu memiliki hutang, bukankah kamu tunaikan? Tunaikanlah
pada Allah. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari
No 1852 dan Muslim No 2753)
3.Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada
seorang lelaki berkata kepada Rasullah Saw: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal,
apakah bisa bermanfaat jika saya bersedekah atas nama beliau?” Rasulullah Saw
menjawab: “Ya.” Lelaki itu berkata: “Saya memiliki sebidang tanah, saksikanlah
saya bersedekah atas nama ibu saya” (HR Bukhari No 2770)
Tidak pernah sekalipun Rasulullah
Saw menolak kirim pahala kepada orang yang telah wafat. Semua dijawab oleh
Rasulullah dengan “Ya”. Seandainya ada yang tidak sampai, maka niscaya akan
dijelaskan oleh Rasulullah Saw. Baik kiriman dzikir, bacaan al-Quran dan
sebagainya.
Bahkan Rasulullah Saw menjelaskan
dalam hadis sahih, bahwa kalimat dzikir adalah sedekah:
"Dari Abu Dzar, ada beberapa sahabat bertanya
kepada Nabi, "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung)
mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka
berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta
mereka. Nabi menjawab, "Bukankah Allah telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat
kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah
sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan
setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).
Saran:
Terkhusus amaliyah-amaliyah di atas banyak terjadi perdebatan dikalangan ulama-ulama,
baik itu tentang masalah menghadiahkan fatihah atau mengkhususkan waktu bacaan dan surat tertentu, akan tetapi bisa kita tegaskan bahwa masalah ini termasuk dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.
baik itu tentang masalah menghadiahkan fatihah atau mengkhususkan waktu bacaan dan surat tertentu, akan tetapi bisa kita tegaskan bahwa masalah ini termasuk dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.