Antagonis - Politik
Faktor Penyebab
Beberapa sebab utama dari krisis politik ini,
yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahatan. Ketiganya adalah satu, dan
bisa disebut sebagai sebagai tritunggal antagonis-politik. Dalam arti ini, antagonis-
politik adalah kehendak untuk menghancurkan kebaikan bersama melalui cara-cara
korup dan licik. Antagonis- politik adalah ancaman terbesar dunia saat ini.
Feodalisme, salah satu
pilar antagonis- politik, adalah paham yang menempatkan manusia ke dalam
ukuran-ukuran buatan penguasa. Ada kelas bangsawan dengan segala hak-haknya
yang semu. Ada kelompok rakyat jelata yang hidup dalam kemiskinan dan
ketidakadilan. Feodalisme membelah masyarakat secara tak adil dan biadab, serta
mengancam keutuhan hidup bersama.
Feodalisme melihat
keadaan tak adil ini sebagai sesuatu yang alami. Bahkan, trah kebangsawanan politik/
keturunan kerap digunakan untuk
membenarkan keadaan yang busuk ini. Tak heran, di masyarakat feodal, pengelompokan
kelas-kelas sosial menjadi sedemikian penting, bahkan mengaburkan akal sehat.
Ketidakadilan, kemiskinan dan kebodohan begitu tersebar berbarengan dengan
mewahnya rumah-rumah pejabat, sekaligus kayanya para penguasa pemerintahan.
Feodalisme melahirkan
penyebab kedua, yakni politik dinasti. Politik dinasti terfokus pada
tokoh-tokoh tertentu di dalam keluarga yang sama untuk memegang kekuasaan.
Seperti pada masa kerajaan, kekuasaan politik dan ekonomi diturunkan dari orang
tua ke anak. Feodalisme amat merusak dalam dua hal.
Pertama, politik dinasti
membunuh meritokrasi. Meritokrasi menekankan kemampuan orang untuk menduduki
posisi yang tepat, baik di dalam politik maupun bisnis. Hubungan keluarga dan
pertemanan tak menjadi acuan utama. Meritokrasi adalah kunci kemajuan sebuah
organisasi, baik di dalam bisnis maupun politik.
Lebih dari itu,
feodalisme dan politik dinasti melindas rasa keadilan. Orang memperoleh
kemudahan, hanya karena ia lahir di keluarga tertentu. Usaha tak menjadi
ukuran. Di sisi lain, begitu banyak orang berusaha keras, namun gagal, hanya
karena mereka dilahirkan di keluarga yang salah, bahkan baru-baru ini muncul
istilah keluarga yang “pertama”
Secara keseluruhan, feodalisme dan politik
dinasti menghambat kinerja organisasi. Korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi
tersebar. Keputusan baik untuk sebanyak mungkin orang pun semakin sulit
tercipta. Berbagai data menujukkan, negara dengan tingkat feodalisme dan
politik dinasti yang tinggi cenderung terbelakang dalam soal kemajuan
kesejahteraan rakyat, teknologi dan kebudayaan
.
Oligarki dan
Banalitas
Oligarki, sebagaimana
diuraikan oleh Aristoteles, adalah pemerintahan oleh orang-orang kaya. Itulah
yang banyak terjadi di dunia sekarang ini, terutama di Indonesia. Para
pengusaha kaya memperoleh modal mereka dari warisan, dan memasuki politik.
Mereka tak peduli pada kebaikan bersama. Tujuan utama mereka adalah melindungi
kekayaan ekonomi mereka yang biasanya diperoleh dengan cara-cara yang melanggar
hukum.
Perkawinan busuk antara
pengusaha dan politik ini disebut juga sebagai neoliberalisme. Dengan kekuatan
uang yang begitu besar, para pengusaha memasuki dan mengendalikan politik di
berbagai negara. Kebijakan yang lahir dari politik pun tak mencerminkan akal
sehat serta kejernihan, melainkan hanya perpanjangan dari kepentingan busuk
para pengusaha tersebut.
Pada tingkat global,
perusahaan multinasional dengan modal raksasa mengendalikan kebijakan berbagai
negara. Sumber daya alam dikeruk. Limbah dan sampah dibuang di negara-negara
itu. Negara-negara kecil, dengan kemampuan politik dan ekonomi yang lemah, akan
kerap menjadi korban.
Hal semacam ini sudah
sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Karena begitu
sering, maka ia sudah tidak lagi dilihat sebagai kejahatan. Ia telah menjadi
banal, yakni telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari politik global.
Kejahatan telah menjadi bagian dari rutinitas.
Ketika nurani membeku,
moralitas menjadi semu. Kata-kata baik digunakan untuk memikat. Namun,
penerapannya nyaris tak terdengar. Sikap biadab didiamkan, bahkan dianggap
sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Inilah keadaan politik global saat ini.