Wednesday, December 23, 2015

TAKTIK ADU DOMBA



Mungkin kita sudah bosan, mendengarkan dan menyaksikan berita dimedia tentang perbedaan, kerusuhan bahkan kekacauan yang terjadi, baik diluar dan dalam negeri (kekacauan antar golongan- agama-politik dll).
Melihat peristiwa-peristiwa tersebut, sekiranya mungkin pernah terpikir dalam benak kita. Kenapa bisa terjadi? Apakah terjadi karena dengan sendirinya? Ataukah ada pihak yang memang dengan sengaja menghendaki kekacauan itu demi mendapatkan keuntungan.

Kalaupun memang kekacauan ini disengaja untuk mengalihkan isu-isu tertentu sehingga ada pihak yang diuntungkan dengan peristiwa itu maka kita bisa melihat sejarah, bagaimana awal indonesia dijajah asing dengan memanfaatkan perbedaan kita (tiap kerajaan) sehingga saling terpecah melalui taktik asing "Adu domba"

Taktik adu domba mungkin adalah taktik yang paling jitu untuk menjajah bangsa lain. Taktik ini tidak membutuhkan biaya banyak, namun amat efektif untuk melemahkan lawan. Ia menjadi taktik utama dari berbagai penguasa absolut di sepanjang sejarah manusia untuk menjajah dan menaklukan. Tingkat keberhasilannya pun nyaris sempurna.

Taktik adu domba menggunakan logika adu domba. Ada empat ciri utama dari logika ini. Yang pertama adalah penciptaan perpecahan di dalam masyarakat.
Logika adu domba dimulai dengan menyebarkan sebuah berita tertentu yang menciptakan perpecahan dan kecurigaan di dalam kelompok tertentu. Berita ini begitu sensasional, dan biasanya amat sulit untuk diperiksa kebenarannya. Banyak orang resah atas berita ini. Keresahan serta kecurigaan tersebut lalu menciptakan perpecahan di dalam kelompok, yang akhirnya melemahkan persatuan serta kesatuan kelompok tersebut.

Ciri kedua adalah adanya pihak-pihak tertentu di belakang layar yang memperoleh keuntungan dari perpecahan yang ada. Pihak-pihak ini biasanya adalah pihak asing yang memiliki kepentingan tertentu, terutama kepentingan politik dan ekonomi. Mereka bertanggung jawab atas berita yang tersebar dan meresahkan masyarakat. Mereka dikenal sebagai provokator atau aktor di belakang layar yang memicu perpecahan.

Belanda menggunakan taktik ini, ketika ia hendak menjajah Indonesia lebih dari 300 tahun yang lalu. Beragam kerajaan yang ada diadu domba, sehingga mereka saling curiga dan bahkan berperang satu sama lain. Akibatnya, mereka menjadi lemah, dan dengan mudah dikalahkan oleh Belanda. Belanda lalu akhirnya menjadi penguasa politik dan ekonomi di berbagai pulau di Indonesia.

Ciri ketiga adalah kerja sama terselubung. Di balik kecurigaan dan perpecahan yang terjadi, ada pihak dari luar yang mengajak salah satu dari pihak yang terpecah tersebut untuk bekerja sama. Mereka lalu membentuk persekutuan terselubung. Namun, yang kerap terjadi adalah persekutuan tersebut lalu hancur, karena pihak dari luar mengingkari janji mereka.

Ciri keempat adalah pengalihan isu dan sumber daya. Perpecahan dan kecurigaan yang terjadi biasanya membuat kelompok masyarakat tersebut melupakan hal-hal yang penting. Mereka menghabiskan sumber daya mereka untuk berperang satu sama lain, sehingga kekuatan ekonomi dan budaya mereka pun melemah. Di dalam keadaan itu, pihak dari luar bisa dengan mudah datang dan menghancurkan mereka.

Seperti sudah kita lihat, taktik adu bomba sudah begitu sering digunakan di dalam sejarah oleh para penjajah di berbagai belahan dunia. Mereka ingin memperluas kekuasaan dan mengeruk keuntungan ekonomi secara tidak adil dari bangsa-bangsa lain. Begitu banyak orang mati, akibat taktik ini. Begitu banyak kerajaan dan bangsa hancur, akibat taktik ini.

..

Wednesday, September 9, 2015

Hadiah Al Fatihah



Perdebatan dalam hal ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah sering kita jumpai, sehingga kita dituntut untuk mencari dasar dari hukum yang bersangkutan dengan maslah tersebut.

Melakukan amaliyah pada waktu tertentu

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba'  setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari No 1193 dan Muslim No 3462)



Dalam hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan melakukannya secara terus-menerus



Mengkhususkan surat tertentu?

“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin Hadm yang setiap salat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?". Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari No 774)



Melihat Hadis diatas menunjukan sebuah indikasi diperbolehkannya menentukan membaca sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut.



Bagaimana dengan Hadiah Al Fatihah?

Sebelumnya kita perlu memahami bahwa ditinjau dari bentuk pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3: Pertama, ibadah murni badaniyah, itulah semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik. Seperti shalat, puasa, dzikir, adzan, membaca al-Quran, dst. Kedua, ibadah murni maliyah. Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta. Seperti zakat, infaq, sedekah, dst. Ketiga, ibadah badaniyah maliyah. Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai pendukung utamanya. Seperti jihad, haji atau umrah.



Ulama sepakat bahwa semua ibadah yang bisa diwakilkan, seperti ibadah maliyah atau yang dominan maliyah, seperti sedekah, atau haji, atau ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan, seperti puasa, maka semua bisa dihadiahkan kepada mayit.

Sebagaimana dalam dalil-dalil:

1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal dan punya tanggungan puasa 1 bulan. Apakah saya tunaikan puasa atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari No 1953 dan Muslim No 3749)

2. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasullah Saw, ia berkata: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal dan bernadzar untuk haji. Apakah saya tunaikan melakukan haji atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya. Hajilah atas nama beliau. Apakah kamu melihat jika ibumu memiliki hutang, bukankah kamu tunaikan? Tunaikanlah pada Allah. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari No 1852 dan Muslim No 2753)

3.Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasullah Saw: “Wahai Rasul, ibu saya meninggal, apakah bisa bermanfaat jika saya bersedekah atas nama beliau?” Rasulullah Saw menjawab: “Ya.” Lelaki itu berkata: “Saya memiliki sebidang tanah, saksikanlah saya bersedekah atas nama ibu saya” (HR Bukhari No 2770)



Tidak pernah sekalipun Rasulullah Saw menolak kirim pahala kepada orang yang telah wafat. Semua dijawab oleh Rasulullah dengan “Ya”. Seandainya ada yang tidak sampai, maka niscaya akan dijelaskan oleh Rasulullah Saw. Baik kiriman dzikir, bacaan al-Quran dan sebagainya.



Bahkan Rasulullah Saw menjelaskan dalam hadis sahih, bahwa kalimat dzikir adalah sedekah:

"Dari Abu Dzar, ada beberapa sahabat bertanya kepada Nabi, "Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi menjawab, "Bukankah Allah  telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan La ilaaha Illallah adalah sedekah." (HR. Muslim,[1674]).



Saran:
Terkhusus amaliyah-amaliyah di atas banyak terjadi perdebatan dikalangan ulama-ulama,
baik itu tentang masalah menghadiahkan fatihah atau mengkhususkan waktu bacaan dan surat tertentu, akan tetapi bisa kita tegaskan bahwa masalah ini termasuk dalam masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.

Wallaahu A'lam Bishawaab




Thursday, August 6, 2015

Bahaya Konsep



Penghalang terbesar dari segala mimpi kita di dalam hidup adalah diri kita sendiri, tepatnya adalah “konsep” kita tentang hidup kita. Konsep adalah abstraksi dari pikiran kita atas segala hal yang ada. Kita menggunakan konsep sebagai simbol untuk menjelaskan dunia. Namun, konsep bukanlah dunia. Ia hanyalah simbol, yakni alat pembantu untuk memahami dan menjelaskan dunia.

Sering kita mengira konsep yang kita pikirkan sebagai kenyataan. Karena pikiran yang terus bekerja dan melihat berbagai kemungkinan, kita pun seringkali berkutat dengan konsep-konsep di kepala kita. Hasilnya adalah rasa khawatir dan takut berlebihan atas sesuatu yang belum ada atau bahkan tidak ada. Karena ketakutan yang berlebihan justru dapat menyebabkan keinginan dan rencana kita pun hancur sehingga hidup kita pun menderita.

Semua orang ingin hidup bahagia. Namun, hampir semua terjebak pada konsep tentang kebahagiaan, bahwa hidup yang bahagia itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ada di kepalanya, yakni “konsep kebahagiaan”. Ia pun berusaha mewujudkan semua syarat-syarat itu dengan segala daya usaha. Ironisnya, ia tidak akan pernah bahagia, karena ia terjebak pada konsep tentang kebahagiaan.

Secara alamiah, Kebahagiaan yang sejati bisa dicapai, jika kita melepas semua pandangan kita tentang arti dari kebahagiaan, bisa dibilang, kebahagiaan tanpa “kebahagiaan”.

Tuesday, July 28, 2015

Pikiran Manusia



Sebagai ciptaan yang sempurna, manusia dibekali oleh sang pencipta sebuah perangkat lunak yang paling berpengaruh dalam segala hal, yaitu akal. Artinya, dengan akal manusia menjadi mahluk khusus, yakni dapat berpikir. Pikiran manusia dapat membuahkan konsep. Dengan konsep, manusia lalu menanggapi berbagai keadaan di luar dirinya. Dalam hal ini, emosi dan perasaan juga merupakan hasil dari konsep yang berakar pada pikiran manusia.

Ada tiga ciri mendasar dari pikiran manusia, yakni tidak nyata, sementara dan rapuh. Pikiran itu bukanlah kenyataan. Ia adalah tanggapan atas kenyataan. Pikiran dibangun di atas abstraksi konseptual atas kenyataan.

Pikiran juga sementara. Ia datang, ia pergi, dan ia berubah. Cuaca berubah, maka pikiran juga berubah. Ketika kebutuhan tak terpenuhi, pikiran melemah. Dan sebaliknya, ketika kebutuhan tercukupi, pikiran bekerja lebih maksimal.

Ini menegaskan ciri selanjutnya, bahwa pikiran itu rapuh. Apa yang kita pikirkan sama sekali belum tentu benar. Bahkan, keyakinan kita atas pikiran kita cenderung mengarahkan kita pada kesalahan dan penderitaan, baik penderitaan diri sendiri maupun orang lain. Pikiran kita begitu amat mudah berubah, dan ini jelas menandakan kerapuhan dari semua bentuk pikiran kita

Namun, sayangnya, banyak orang mengira, bahwa pikiran mereka adalah kenyataan. Mereka mengira, bahwa pikiran mereka adalah kebenaran. Emosi dan segala bentuk perasaan, yang merupakan buah dari pikiran, juga dianggap sebagai realita. Mereka mengalami kesulitan untuk menjaga jarak dari pikiran mereka sendiri.

Pada titik ini, biasanya orang melihat dua kemungkinan, yakni ekspresi dan represi. Ekspresi berarti mengeluarkan semua bentuk pikiran tersebut dalam bentuk tindakan ataupun kata-kata. Biasanya, orang lain menjadi obyek dari tindakan ini. Beberapa diantaranya merasa terhina, sehingga membalas, dan membentuk semacam lingkaran kekerasan yang lebih besar.

Represi berarti menekan dan menelan semua emosi dan pikiran yang muncul. Pada pikiran dan emosi yang ekstrem, ini menciptakan rasa sakit yang luar biasa. Dalam jangka panjang, ini bisa menciptakan penyakit fisik yang berbahaya, seperti misalnya kanker atau sakit jantung. Represi emosi dan pikiran jelas bukan merupakan jalan yang tepat.

Ekspresi menciptakan masalah sosial. Represi menciptakan masalah personal. Banyak orang terjebak di antara keduanya. Mereka tidak dapat keluar dari pikiran dan emosi yang mereka anggap nyata.

Bagaimana Mengatasi Kebuntuan ini?


Friday, June 5, 2015

HIDUP yang TERBALIK



Banyak orang merasa dirinya hidup. Mereka bangun pagi, bekerja, makan lalu tidur. Seumur hidupnya, mereka mengikuti apa kata orang, yakni apa yang diinginkan masyarakatnya untuk dirinya. Mereka memang hidup, tetapi tidak sungguh-sungguh hidup, karena terus tunduk pada dunia di luar dirinya.
Mereka berbuat sesuatu, karena masyarakat menginginkannya. Mereka menolak untuk hidup dalam kebebasan, karena itu menakutkan. Orang-orang ini menjalani hidup-yang-bukan-hidup. Mereka hidup, namun sebenarnya sebaliknya.
Di sisi lainnya, banyak juga orang hidup, tetapi mereka diperbudak oleh ambisi-ambisi pribadinya, sehingga menjadi buta akan segala hal. Mereka hidup, tetapi tidak sungguh hidup, karena terus berada dalam tegangan dan penderitaan. Ambisi itu rapuh. Ketika orang gagal mewujudkannya, kekecewaan datang tak terkendali. Ketika terwujud, rasanya hampa dan tawar, seperti sayur tanpa garam.
Ambisi menciptakan ketegangan dalam diri. Ia membuat orang tak peduli dengan lingkungannya. Ia hanya terpaku untuk mewujudkan satu tujuan, yakni ambisinya sendiri, jika perlu dengan mengorbankan orang lain. Orang semacam ini juga tampak hidup, tetapi sebenarnya juga sebaliknya.
Makanan juga seharusnya menyehatkan. Namun, yang kini terjadi adalah, makanan justru menjadi sumber penyakit bagi tubuh. Dengan kata lain, makanan kini telah berubah menjadi racun. Ia tidak menghidupkan dan menyehatkan, tetapi justru membunuh secara perlahan, seringkali tanpa kita sadari.
Para dokter dan ahli gizi disuap untuk memasarkan obat-obat dan bahan makanan yang tidak dibutuhkan masyarakat. Racun pun kini dilihat sebagai obat dan makanan yang bergizi. Semuanya terbalik. Yang paling dirugikan adalah masyarakat luas yang tak memiliki pengetahuan mencukupi tentang dunia yang terbalik ini.
Untuk bisa hidup, manusia harus bekerja. Dengan bekerja, ia lalu mampu mewujudkan kemampuan dan bakat-bakatnya yang sebelumnya terpendam. Ia pun lalu bisa menjalani hidup yang penuh dan bahagia. Namun, yang terjadi adalah, kini pekerjaan juga menghisap dan memperbudak manusia. Ia menjadikan manusia sebagai alat untuk meraih keuntungan finansial.
Orang diperas untuk bekerja, sampai melewati batas. Banyak orang mengalami penyakit, karena tekanan semacam ini. Perbudakan kini ditutupi dengan konsep-konsep bagus, seperti outsourcing. Pekerjaan tidak lagi menunjang dan mengembangkan hidup manusia, tetapi justru menghancurkannya, tanpa ampun.
Pendidikan juga mengalami nasib yang sama. Pendidikan berfungsi untuk mendidik, sehingga orang bisa menjadi cerdas, baik secara intelektual, moral, fisik maupun emosional. Yang terjadi kini adalah, pendidikan justru memperbodoh. Anak diminta untuk menghafal dan mengerjakan hal-hal yang amat sulit, namun tak berguna untuk kehidupan.
Akibatnya, mereka tidak bahagia. Mereka mengalami tekanan batin, karena pendidikan yang dijalaninya. Kecerdasan intelektual menurun. Kecerdasan emosional, fisik dan moral juga makin rendah. Pendidikan justru menjadi sumber dari segala penderitaan dan masalah kehidupan.
     Hal yang sama terjadi di bidang ekonomi. Ekonomi bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama, tanpa kecuali. Yang kini terjadi, ekonomi memperkaya satu pihak, dan pada saat yang sama mempermiskin pihak lainnya. Ia menciptakan jurang yang amat besar antara si kaya dan si miskin. Dari jurang tersebut, lahirlah konflik antar manusia. Orang hidup dalam rasa iri dan curiga satu sama lain. Apartemen mewah bersandingan dengan pemukiman kumuh di berbagai tempat di dunia. Semua ini terjadi, akibat tata ekonomi yang telah kehilangan akar dan tujuan dasarnya.
     Politik juga mengalami nasib yang sama. Politik seharusnya merupakan tata kelola untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua. Namun, ia kini juga sudah terbalik. Politik menjadi ajang memperebutkan kekuasaan, guna meningkatkan kekayaan pribadi. Korupsi menggerogoti politik dari dalam. Kebohongan dan penipuan dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari politik. Orang curiga dan nyinyir begitu berbicara soal politik. Politik telah kehilangan rohnya, dan menjadi arena tinju kekuasaan antara orang-orang yang rakus dan ambisius.
     Bidang kesehatan juga telah mengalami pembalikan. Bidang kedokteran seharusnya membuat orang sehat, dan meningkatkan kualitas hidupnya. Yang kini terjadi adalah sebaliknya. Orang justru dibuat ketergantungan dengan berbagai obat, dan kemudian harus menjalani hidup yang penuh dengan penderitaan, karena ketergantungan itu. Banyak dokter yang memberikan nasihat palsu kepada pasiennya, guna memperoleh keuntungan dari perusahaan-perusahaan obat yang membayar mereka. Penelitian-penelitian di bidang psikologi juga menyesatkan, dan justru membuat orang semakin menderita secara batin dalam hidupnya. Uang dihamburkan untuk berbagai penelitian, namun hasilnya justru malah menyakiti manusia. Yang diciptakan bukanlah cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, melainkan justru penyakit-penyakit baru.

Apa yang Terjadi?
       Mengapa ini semua terjadi? Bagaimana kita memahami gejala hidup yang terbalik ini? Semua gejala ini menandakan satu hal, yakni hancurnya peradaban. Manusia tidak lagi hidup dengan nilai, melainkan hanya menuruti begitu saja keinginan dan ambisinya. Akibatnya, semua sistem penopang kehidupan bersama tidak lagi berjalan. Konflik dan penderitaan pun semakin mewarnai kehidupan manusia, dan hidup manusia pun semakin terbalik.
      Apa yang terjadi sekarang ini merupakan suatu krisis yaitu suatu keadaan, dimana pandangan dan nilai-nilai lama sudah tidak lagi digunakan, dan nilai-nilai baru belum diterima secara umum. Manusia pun hidup dalam situasi “diantara”, tanpa kepastian dan pegangan yang jelas.


Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...