Thursday, October 10, 2013

G O S I P .....



Sekarang ini di Indonesia, sikap beradab diancam oleh mentalitas dan kultur gosip yang bersifat menghancurkan. Orang lebih percaya gosip, daripada menggunakan akal budinya untuk berpikir sendiri, dan kemudian membuat keputusan. Akal budi dipasung oleh kemalasan dan kebodohan. Di balik rasa nikmat yang ditimbulkannya, gosip secara perlahan tapi pasti menghancurkan kepercayaan (trust) yang menjadi dasar dari kehidupan bersama.


Anatomi Gosip
Mengapa dan dari mana gosip itu muncul? Sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut secara lugas tanpa terjebak pada kesesatan. Di dalam proses untuk mencapai kebenaran, manusia seringkali dihalangi oleh idola-idola. Saya ingin mengajukan argumen, bahwa gosip tersusun dari idola-idola yang menutupi mata dan pikiran manusia dari kebenaran.

Ada empat macam bentuk idola (Bacon). Yang pertama adalah idola tribus, yakni kecenderungan manusia untuk melihat adanya tatanan di dalam sistem lebih daripada apa yang sebenarnya ada. Idola tribus menutupi mata dan pikiran manusia dari kebenaran.

Yang kedua adalah idola cava, yakni kecenderungan orang untuk menilai orang lain ataupun suatu peristiwa dengan berdasar pada sentimen pribadi, dan bukan dengan kejernihan akal budi. Idola cava juga menjauhkan manusia dari kebenaran.

Yang ketiga adalah idola fori, yakni kebingungan yang diciptakan, karena orang tidak memahami makna bahasa yang digunakan dalam konteks komunikasi sehari-hari. Akibatnya orang terjebak di dalam kesalahpahaman. Bahasa memang menjadi elemen kunci di dalam komunikasi. Jika orang tidak mampu berbahasa ataupun memahami makna bahasa yang digunakan secara tepat, maka komunikasi untuk mencapai kesepakatan akan sulit tercipta. Kebenaran pun semakin jauh dari genggaman tangan.

Yang keempat adalah idola theatri, yakni bangunan pemikiran ataupun teori yang dibentuk oleh pendekatan yang tidak tepat. Sehingga keyakinan ataupun pemikirannya didasarkan pada pendekatan yang sifatnya satu arah, karena mengabaikan fakta.  Idola theatri menghalangi manusia untuk sampai pada kebenaran. Keempat idola ini dirumuskan oleh Bacon di dalam bukunya yang berjudul Novum Organum (1620).

Ia memang hanya membatasi dirinya pada perumusan metode saintifik yang dapat menjamin kebenaran dari pengetahuan yang didapat. Baginya seorang ilmuwan haruslah membersihkan dirinya dari idola-idola yang menghalangi pikirannya untuk mencapai kebenaran. Namun saya merasa bahwa argumen Bacon tidak hanya cocok untuk para ilmuwan, tetapi juga untuk semua orang, terutama mereka yang pikiran dan tindakannya dipengaruhi oleh gosip, sehingga mereka tidak mampu menemukan kebenaran! Mereka perlu untuk membersihkan pikiran mereka dari idola-idola!

Membedakan Ruang Publik dan Ruang Privat
Kehidupan sosial manusia terdiri dari dua bentuk ruang, yakni ruang publik dan ruang privat. Ruang publik adalah tempat untuk membicarakan segala sesuatu yang terkait dengan kepentingan bersama. Misalnya masyarakat membicarakan tentang bagaimana menangani korban gempa, memerangi korupsi, memilih presiden, dan sebagainya. Ruang publik adalah ruang politis.

Di sisi lain masyarakat juga mengenal adanya ruang privat. Ruang privat adalah tempat bagi setiap pribadi untuk mengembangkan diri dan bertindak sesuai dengan dorongan pribadinya, tanpa perlu ada campur tangan dari orang lain. Misalnya saya ingin tidur terbalik, saya ingin punya lebih dari satu, atau saya makan sayur yang dicampur dengan buah. Semua itu adalah urusan privat. Orang lain tidak boleh dan tidak berhak untuk mencampurinya!

Dalam arti ini gosip adalah publikasi ruang privat. Artinya segala sesuatu yang sebenarnya urusan pribadi kini menjadi bahan pembicaraan publik. Gosip adalah pelanggaran atas privasi!

Masyarakat yang beradab mengenal betul pembedaan antara ruang publik dan ruang privat. Kedua ruang itu tidak boleh dicampurkan. Sebaliknya masyarakat yang tidak beradab mencampurkan keduanya begitu saja. Masyarakat gosip adalah masyarakat yang menjadikan urusan privat sebagai urusan publik. Masyarakat gosip adalah masyarakat yang tidak beradab!

Jika ingin menjadi bangsa yang beradab, orang Indonesia perlu untuk mencegah publikasi ruang privat. Orang Indonesia perlu untuk menghormati privasi setiap orang. Orang Indonesia juga perlu untuk membicarakan masalah publik dalam konteks debat yang rasional. Ruang publik bukanlah ruang gosip, melainkan ruang untuk mencapai keadilan bagi kehidupan bersama. Gosip harus dimusnahkan!

Gosip juga seringkali mencemari nama baik seseorang. Sebuah fakta dipelintir sedemikian rupa, sehingga kebenaran tidak lagi terkandung di dalamnya. Akibatnya reputasi seseorang 
 menjadi jelek di mata masyarakat!

Berfikir ilmiah sebagai Anti Gosip
 Berfikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya. Yang didalamnya menyangkut apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Biasanya hal itu digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau kesimpulan suatu masalah

Jika ditempatkan secara tepat, prinsip berfikir ilmiah mampu mencegah kita mengambil kesimpulan yang searah dan jauh dari kebenaran. Berfikir ilmiah mengajak kita untuk bersikap obyektif di dalam membuat keputusan. Jika orang menerapkan prinsip ini di dalam hidupnya, ia tidak akan dibingungkan oleh gosip. Jika masyarakat menerapkan prinsip ini sesuai konteksnya, maka mereka akan menjadi masyarakat yang beradab.

Memang pada akhirnya kehidupan manusia baru berharga dan bermakna, jika diarahkan untuk mencapai kebenaran. Di dalam kebenaran manusia akan menemukan kebahagiaan. Kebenaran yang mungkin awalnya menyakitkan, tetapi secara perlahan akan menumbuhkan kesadaran kita sebagai manusia yang otentik. Sikap hidup yang semakin jarang ditemukan di masyarakat kita sekarang ini.

Wednesday, October 2, 2013

ANTRI ,,,,,,,,,

Belajar antri itu lebih penting daripada belajar matematika. Antri itu mencerminkan sikap hidup yang luar biasa mendalam. Antri adalah keutamaan hidup yang penting, yang menyangkut sikap moral, yang jauh lebih penting daripada sekedar menguasai rumus-rumus matematika

Keutamaan Antri
Antri adalah tanda dari kesabaran. Jelas, orang antri perlu untuk sabar. Orang perlu menunggu, sampai gilirannya tiba. Dalam hidup, orang pun juga perlu untuk sabar. Ia perlu menunggu, kapan gilirannya untuk maju tiba, sambil sebelumnya mempersilahkan orang yang ada terlebih dahulu untuk maju. Semua ada waktunya. Sabar..

Antri adalah tanda kemampuan manusia untuk berproses. Ketika antri, orang harus menjalani proses menunggu, terkadang cukup lama, supaya bisa mendapatkan kebutuhannya. Dalam hidup, orang pun harus berani berproses. Untuk menjadi pintar dan sukses, orang perlu berproses dengan belajar dan berusaha. Orang yang tidak mau berproses, maunya cepat pintar dan cepat kaya, biasanya terjebak dalam korupsi, dan merugikan banyak orang dengan tindakannya.

Antri adalah tanda bagi kreativitas, yakni kreativitas untuk mengisi waktu luang. Ketika antri, kita punya banyak waktu kosong. Kita bisa mengisinya dengan bengong, atau dengan tindakan-tindakan bermutu, seperti membaca misalnya. Sehingga membuat waktu berjalan lebih cepat dan waktu menunggu antrianpun tidak terasa terlalu lama.

Dalam hidup, kita juga punya banyak waktu luang. Sepulang kerja, apa yang kita lakukan? Apakah kita sibuk ngegosip tentang hal-hal tak bermutu dengan teman-teman kita, atau kita membaca? Apakah kita sudah menghabiskan waktu luang kita dengan orang-orang yang sungguh kita cintai? Apakah kita sudah kreatif menghabiskan waktu kosong kita, sehingga bisa menjadi waktu yang baik untuk mengembangkan diri, dan membantu orang lain?

Pada level yang lebih dalam, antri adalah simbol dari keadilan. Orang kaya ataupun orang miskin harus antri, tidak ada perkecualian. Orang cantik ataupun orang “kurang” cantik, seturut dengan ukuran tertentu, harus antri, juga tidak ada perkecualian. Kalau mau dilayani lebih cepat, anda harus datang terlebih dahulu, juga tidak ada perkecualian.

Dilihat seperti ini, antri adalah simbol kesetaraan. Semua orang menjadi setara, ketika mereka sedang antri. Tidak ada raja, tidak ada ratu, yang sukanya menyerobot antrian, karena mereka merasa dirinya lebih tinggi. Keadilan dan kesetaraan antar manusia adalah konsep penting, yang bisa menjamin terciptanya hidup bersama yang damai.

Keteraturan
Sikap menciptakan keteraturan, inilah yang perlu untuk kita teladani bersama. Dengan adanya keteraturan, suasana damai bisa tercipta dan terjaga. Orang tak perlu bertengkar, karena mereka merasa diperlakukan tidak adil, karena tidak adanya keteraturan. Orang bisa memperoleh kebutuhannya dengan hati tenang, karena ia percaya, bahwa dengan menunggu dan bersabar, ia akan memperoleh kebutuhannya dengan pasti.
Keteraturan menghadirkan rasa percaya. Rasa percaya menghasilkan kenyamanan hidup. Bukankah kita semua ingin hidup dengan nyaman, yakni diperlakukan dengan adil dan percaya, bahwa kebutuhan kita akan terpenuhi, jika kita mau belajar, berusaha, dan antri? Jika mau hidup dengan nyaman dan damai, belajarlah bersama-sama untuk antri. Tidak ada jalan lain.
Di Indonesia, sejauh ini orang antri malah memperoleh ketidakadilan dan kekecewaan.

Sulit Antri?
Ada banyak penyebab. Yang paling utama adalah tidak adanya aturan yang kuat. Tidak adanya penjaga aturan yang tegas dan berani. Akhirnya, orang menyerobot bagaikan orang biadab, karena ia tahu, ia tidak akan dihukum. Tidak ada sistem yang menjamin, bahwa orang yang antri dengan baik akan memperoleh kebutuhannya dengan adil.

Aturan lalu dikangkangi oleh uang dan kekuatan koneksi. Jika kamu anak jendral, maka kamu bisa memotong jalur Trans-Jakarta-bussway, dan kabur dari kemacetan. Jika kamu punya uang banyak, dan bersedia membayar lebih, kamu bisa memotong antrian langsung. Diskriminasi atas dasar uang dan kekuatan koneksi inilah yang membuat sikap antri, yang amat penting untuk perdamaian dan kenyamanan hidup, menjadi sulit di Indonesia.

Bahkan, tidak perlu uang dan koneksi, selama orang berani teriak-teriak ngotot di hadapan umum, ia pun bisa memotong antrian. Artinya, selama orang tidak punya malu, dan bersikap bagaikan orang tak berpendidikan, ia malah bisa memotong antrian. Jarang ada yang mau menegur, bahkan petugas resmi yang harusnya menegakkan aturan. Aturan memang ada, namun tak ada yang menghormati dan mematuhinya, karena mereka tahu, aturan itu dengan mudah dilanggar dengan uang, koneksi, atau bahkan sikap tak beradab dalam bentuk teriak-teriak di depan umum layaknya orang gila.

Tanpa adanya aturan yang berlaku, orang hidup dalam ketidakpastian. Ketidakpastian menciptakan ketakutan. Ketakutan mendorong orang untuk melakukan hal-hal jelek, misalnya bertengkar, memaki-maki di depan umum, atau korupsi. Ketakutan pulalah yang mendorong orang untuk menyuap, mencuri, dan korupsi.

Antri dan Demokrasi
Uang memang penting. Namun, uang bukan segalanya. Michael Sandel, di dalam bukunya yang berjudul Was man für Geld nicht kaufen kann: Die moralischen Grenzen des Marktes, menyatakan dengan tegas, bahwa antri adalah tindakan etis di dalam masyarakat demokratis, yang tidak bisa digantikan dengan apapun juga. Orang kaya pun harus antri, walaupun ia punya uang, guna memotong antrian yang ada. Uang menurunkan kualitas moral suatu tindakan, dan bahkan menjadikannya buruk, begitu kata Sandel. (Sandel, 2012)

Di dalam masyarakat demokrasi, kata Sandel, ada hal-hal yang tidak bisa, dan tidak boleh, dibeli dengan uang. Salah satunya adalah antri. Demokrasi membutuhkan warga negara yang memiliki budaya antri. Dengan antri, orang bisa memperoleh kebutuhannya dengan nyaman dan damai. Tidak perlu ada ketakutan dan konflik. Tidak perlu ada diskriminasi dan ketidakadilan.

Lebih dari itu, antri adalah syarat untuk kebersamaan. Budaya antri juga bisa dilihat sebagai tanda, bahwa saya mengakui keberadaan orang lain. 

Antri memang tindakan kecil dan sederhana. Namun, maknanya sangat mendalam. Kita perlu belajar antri, kalau kita mau hidup bersama secara nyaman dan damai dengan orang lain. Tak ada pilihan lain. TITIK

Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...