Sunday, March 18, 2012

MENGUBAH PARADIGMA PENDIDIKAN

Sudah lama di Indonesia, profesi guru dan dosen dianggap sebagai profesi kelas dua. Mereka yang memiliki kompetensi tinggi justru lebih ingin menjadi praktisi bisnis, insinyur, ataupun dokter. Sementara, orang-orang yang kebingungan mau jadi apa nantinya justru memasuki sekolah-sekolah pendidikan. Pandangan ini jelas salah, dan perlu diubah.

Di sisi lain, salah satu akar utama masalah pendidikan di Indonesia adalah lemahnya otoritas pendidikan yang ada. Dalam arti ini, lemah berarti otoritas tersebut tidak memiliki konsep pendidikan yang jelas, dan sembarangan mengeluarkan kebijakan yang justru kontra produktif bagi pengembangan pendidikan. Saya yakin jika para petinggi pendidikan di Indonesia ditanya, apa arti pendidikan, mereka tidak akan mampu menjawab secara jelas dan tepat.

Mengembangkan Pendidikan

Guru adalah profesi yang amat luhur, karena langsung terkait dengan pembentukan cara berpikir yang menentukan semua perilaku manusia. Apalagi guru adalah pendidik calon-calon pemimpin masa depan. Posisi guru amat penting untuk menggulirkan perubahan cara berpikir yang lebih rasional, kritis, dan anti korupsi di masa depan. Mengingat semua ini, maka profesi guru haruslah diisi oleh orang-orang yang sungguh kompeten dan peduli pada pembangunan karakter serta cara berpikir bangsa. Pemerintah dan rakyat harus menunjang kehidupan para guru, sehingga mereka bisa hidup secara manusiawi, dan bangga dengan profesinya.

Otoritas pendidikan, baik pada level nasional maupun lokal, harus bisa dikontrol secara demokratis. Proses pembuatan kebijakan, sampai dengan jumlah anggaran yang tersedia, haruslah dibuat seterbuka mungkin, sehingga bisa dikontrol secara demokratis oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Orang-orang yang duduk di dalamnya juga harus teruji sebagai tokoh pendidikan yang visioner, dan bukan hanya sekedar administrator yang miskin visi.

Seleksi guru dan dosen juga diperketat. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik. Hanya orang-orang yang sungguh mencintai pendidikan, mencintai peserta didik mereka, dan sungguh kompeten dalam bidang ilmunyalah yang layak menjadi guru dan dosen. Otoritas pendidikan di Indonesia, baik level nasional maupun lokal, harus berani tegas dalam hal ini. Jangan mengangkat orang sebagai guru, hanya karena kedekatan pribadi, kesamaan latar belakang (politik, ras, ataupun agama), ataupun tujuan-tujuan lainnya di luar peningkatan kualitas pendidikan.

Paradigma Pendidikan

Yang juga amat penting adalah perubahan paradigma pendidikan. Kultur pilihan ganda haruslah dihapus, dan diganti dengan kultur ujian untuk mencipta, misalnya menjalankan proyek tertentu untuk menghasilkan karya cipta sesuai dengan bidanganya. Ini perlu dilakukan mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.

Kultur menghafal juga harus diganti dengan kultur menyelesaikan suatu permasalahan terkait dengan bidang ilmunya. Jika difokuskan untuk menyelesaikan masalah dan berkarya, maka materi pendidikan akan menjadi bagian dari penghayatan pribadi yang melekat seumur hidup, dan bukan sekedar hafalan yang akan segera lenyap, setelah ujian selesai.

Kultur guru otoriter, dan guru sebagai sumber kebenaran utama, juga harus diganti dengan kultur pendidikan demokratis, di mana siswa bisa berpendapat secara rasional dan berdiskusi secara sehat dengan segala pihak. Kultur bertanya juga harus dikembangkan, karena dari pertanyaan-pertanyaanlah pikiran kita berkembang, dan wawasan kita sebagai manusia bertambah luas. Bahkan, menurut saya, yang terpenting bukanlah menjawab secara benar, tetapi mengajukan pertanyaan yang benar. Karena seringkali jawaban yang benar atas pertanyaan yang salah justru membawa kita pada kesesatan.

Partisipasi Rakyat

Semua ini perlu didukung oleh sumber daya yang besar. Maka pemberantasan korupsi harus dilakukan secara agresif, sehingga kita memiliki sumber daya yang memadai untuk mengembangkan hal-hal yang sungguh penting bagi kehidupan berbangsa kita, yakni pendidikan anak-anak kita. Pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan KPK atau pemerintah semata, tetapi juga harus mendapatkan dukungan nyata dari seluruh rakyat terkait, terutama ketika mereka menyaksikan sendiri korupsi terjadi di depan mata mereka.

Partisipasi kita sebagai rakyat amat dibutuhkan untuk mewujudkan semua langkah di atas menjadi kenyataan. Kekuatan masyarakat demokratis bukan pada pimpinannya, tetapi pada rakyatnya yang peduli dan terus berjuang mengontrol kekuasaan, sehingga bisa tetap dipergunakan untuk kepentingan yang lebih baik dan lebih besar.

Di titik ini, kita menemukan sebuah logika melingkar. Di satu sisi, partisipasi demokratis dari seluruh rakyat amat penting untuk mengontrol kekuasaan, terutama untuk memastikan terciptanya pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat. Di sisi lain, pendidikan yang humanistik, seperti yang saya jelaskan di atas, bisa menjamin kultur demokratis di negara kita tetap terjaga. Dengan mengontrol kekuasaan secara demokratis, kita bisa melapangkan jalan untuk menjadi masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang kita impikan bersama.

No comments:

Post a Comment

Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...