Monday, December 19, 2011

Kaum Intelektual dan Kepemimpinan

Haruskah seorang pemimpin adalah seorang intelektual? Saya rasa tidak. Namun yang pasti walaupun seorang pemimpin bukanlah seorang intelektual murni, ia tetap harus memiliki kehidupan intelektual yang kaya. Artinya mereka harus mampu berpikir kritis, analitis, teknis, sekaligus reflektif, walaupun bukan seorang ilmuwan ataupun intelektual murni. Mereka harus cinta membaca, mendengar wacana ilmiah, dan berani mengajukan pendapat secara rasional dan seimbang di dalam menanggapi berbagai temuan ilmiah yang ada.

Sekarang ini banyak orang merasa tidak perlu berpikir teoritis. Bagi mereka teori dan praktek adalah dua hal yang berbeda. Yang penting adalah prakteknya bagaimana. Teori yang abstrak dan rumit tidak perlu untuk dipahami, karena hanya membuang waktu dan tenaga.

Namun bukankah masalah yang kita paham seringkali amat rumit, sehingga praktek yang tidak memperhatikan kerumitan tersebut justru akan memperparah masalah yang ada? Masalah yang sering kita alami dalam hidup sehari-hari tidak pernah terisolasi dari masalah-masalah lainnya yang lebih besar. Misalnya masalah kemalasan berpikir pekerja Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan sistem politik pemerintahan yang lebih besar. Di titik inilah kemampuan berpikir abstrak, teoritik, dan kompleks diperlukan.

Tanpa kemampuan berpikir abstrak, dan penguasaan teori-teori yang memadai, kita tidak akan dapat memahami akar dari masalah yang kita hadapi. Jika akar masalah tidak dipahami, maka tindakan yang kita lakukan (prakteknya) akan sia-sia, atau justru memperparah masalah. Saya tidak mau mengatakan, bahwa seorang pemimpin sekaligus adalah seorang ahli pendidikan, ekonomi, ataupun ahli politik. Namun seorang pemimpin harus mampu berdialog secara rasional dengan para ahli di bidang-bidang tersebut, supaya mampu memahami akar dari masalah yang ia hadapi, dan membuat keputusan yang tepat.

Dengan demikian kemampuan berkomunikasi dengan kaum intelektual adalah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dalam bahasa Gutting kaum intelektual adalah “konsumen yang cerdas dari pendapat-pendapat para ahli.” Mereka tidak asal terima pendapat para ahli, namun menelaahnya dulu secara kritis, dan disesuaikan dengan konteks masalah yang terjadi. Mereka tidak terpesona dengan gelar dan reputasi para ahli, namun sungguh bisa memahami pendapat mereka, serta menyesuaikannya dengan konteks masalah yang tengah dihadapi.

No comments:

Post a Comment

Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...