Setiap organisasi di dunia ini memiliki dua mimpi, yakni tetap ada, dan berkembang, baik segi kualitas maupun kuantitas. Untuk membuat dua mimpi tersebut menjadi nyata, banyak uang dikeluarkan, dan banyak usaha dilakukan. Namun sebagaimana dicatat oleh Baldoni, seringkali upaya tersebut, walaupun mulia, tidak fokus kena pada apa yang perlu dilakukan. Banyak organisasi lupa untuk menghayati satu hal yang amat penting, yang ada di dalam organisasi itu sendiri, yakni tujuan (purpose).
Tujuan yang demikian adalah dasar bagi visi organisasi. Tujuan juga merupakan pedoman nilai untuk melaksanakan misi praktis organisasi di dalam rutinitasnya. Tujuan organisasi pula yang menjadi dasar dari kultur organisasi tersebut. “Kultur organisasi lahir dari organisasi yang memiliki tujuan jelas, karena tujuan adalah sesuatu yang membentuk kepercayaan individual dan norma-norma organisasi.
Dengan tujuan yang jelas, dan dihayati, organisasi bisa melakukan hal-hal besar yang mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Dengan tujuan yang jelas dan dihayati, organisasi bisa tetap ada, walaupun jaman berubah, dan terus berkembang, baik dalam soal kualitas maupun kuantitas. Dengan adanya tujuan yang jelas dan dihayati bersama, organisasi bisa mencapai kesuksesan yang diharapkan.
Terkait dengan para pekerja, sekarang ini, sikap patuh buta atau taat perintah sudah tidak terlalu dibutuhkan. Setiap organisasi membutuhkan pekerja yang merasa terlibat dengan tujuan maupun visi organisasi tersebut. Mereka datang ke tempat kerja dengan semangat, dan memiliki tujuan yang jelas. Ini semua terjadi karena mereka merasa dihargai sebagai manusia yang memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Di dalam dunia yang terus berubah, hanya ada satu norma yang pasti, yakni ketidakpastian itu sendiri. Ketidakpastian dunia ini sebagai ambiguitas hidup. Banyak juga orang yang memandang ketidakpastian hidup ini sebagai sesuatu yang negatif, yang harus dilenyapkan. Namun sayangnya sikap takut pada ketidakpastian justru bermuara pada keputusan-keputusan yang didasarkan pada pikiran sempit, dan tindakan-tindakan yang reaksioner, yang justru malah merusak organisasi itu sendiri.
Pemimpin besar di dunia ini, baik pemimpin bisnis maupun politik, menjadikan ambiguitas hidup sebagai teman, bahkan sahabatnya. Dengan memeluk ambiguitas hidup, kita bisa melihat kemungkinan-kemungkinan baru yang tak terlihat sebelumnya, asal kita mau sabar dan cermat. Adanya tujuan organisasi yang jelas dan dihayati bersama juga membantu kita memeluk ketidakpastian, dan menangkap kemungkinan-kemungkinan yang muncul kemudian, yang pada akhirnya mengembangkan organisasi tersebut.
Sekarang ini banyak pula organisasi yang mengalami krisis kepemimpinan. Pimpinan hebat di masa lalu gagal melakukan regenerasi, sehingga ketika ia pergi, organisasi mengalami kesulitan. Padahal untuk bisa bertahan melalui lintasan waktu dan perubahan jaman, organisasi membutuhkan kepemimpinan yang tangguh, yang berbasis pada nilai-nilai yang jelas.
Maka dari itu investasi perlu dilakukan, yakni dalam konteks pengembangan sumber daya manusia untuk menemukan calon-calon pemimpin di masa depan. Bahkan orang-orang muda di dalam organisasi perlu diajak bekerja sama secara langsung dengan para pemimpin yang ada, supaya terjalin hubungan yang lebih dalam, sehingga proses transfer nilai, dan refleksi atasnya, bisa terjadi secara nyata.
Langkah pertama seorang pemimpin adalah memahami dan menghayati tujuan dari organisasi yang dipimpinnya. Tujuan itu harus dibadankan, sehingga menjadi satu dengan cara berpikir dan gerak gerik dirinya. Dengan berpijak pada tujuan yang jelas, seorang pemimpin bisa mengajak pegawainya untuk terlibat, merasa berarti, dan bekerja sama untuk mencapai mimpi yang diharapkan. Dengan bekal semacam itu, ketidakpastian dan ambiguitas hidup bukanlah ancaman, melainkan justru kesempatan untuk berkembang.
Setiap pemimpin organisasi tidak hanya berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata, tetapi juga dengan perilaku rutin mereka. Perilaku yang terlibat membawa sejuta makna yang jauh lebih dalam daripada sekedar perintah kata-kata. Inilah kepemimpinan yang sejati, dan bukan sekedar bos, apalagi birokrat. Mereka terlibat di dalam semua dimensi kerja organisasinya. Dengan itu cinta mereka terhadap apa yang mereka kerjakan memancar keluar, dan menular ke komunitas sekitarnya.
Kesimpulanya adalah tujuan dari suatu organisasi harus dihayati sampai ke akar-akarnya, dan bukan hanya sekedar tempelan di ruang kerja, atau kata-kata indah dalam mars organisasi. Tujuan organisasi bisa menjadi roh yang mendorong lahirnya kreatifitas, keterlibatan, dan strategi yang efektif untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan. Di dalam semua proses tersebut, ada satu komponen yang kerap terlupakan, yakni kemampuan pemimpin untuk menginspirasi seluruh komunitas organisasinya.
Kita hidup di masyarakat yang amat suka mengukur kemampuan dan bakat orang. Tak heran banyak orang percaya begitu saja, sampai pada level naif, pada tes bakat, tes kepribadian, dan tes-tes lainnya. Namun sebagaimana dicatat oleh Kaufman, ada satu aspek yang amat penting, yang seringkali terlupakan dalam hidup kita, yakni inspirasi. Kemampuan orang untuk mendapatkan inspirasi, dan untuk menginspirasi orang lain, seringkali lolos dari berbagai tes-tes yang ada.
Apa itu inspirasi dan mengapa itu begitu penting? Inspirasi adalah dorongan dalam diri yang membangunkan kita pada kemungkinan-kemungkinan baru. Inspirasi adalah gejolak dalam diri yang mengajak kita untuk melampaui pengalaman rutinitas sehari-hari, dan melampaui batas-batas kita yang telah ada. Dengan inspirasi orang menjadi terlibat, dan memaksa dirinya untuk bekerja melampaui kemampuan diri sebelumnya.
Di dalam hidup sehari-hari, orang suka melupakan inspirasi. Itu masuk akal saja, karena memang inspirasi bukanlah barang rutin, melainkan barang luar biasa yang datang dan pergi tanpa diduga. Di beberapa tradisi pemikiran, inspirasi seringkali dikaitkan dengan wahyu supra natural yang berasal dari Tuhan, ataupun dewa dewi. Namun penelitian-penelitian terbaru, berhasil menunjukkan, bahwa inspirasi bisa dikondisikan untuk ada, dan dampaknya bisa amat luar biasa.
Menurutnya ada tiga aspek dasar dari inspirasi, yakni penyadaran, transendensi, dan motivasi. Inspirasi lahir dari proses penyadaran yang seringkali terjadi tanpa diduga. Proses tersebut mengangkat kita, walaupun sesaat, dari keterpakuan kita pada kepentingan maupun kekuasaan diri (transendensi diri). Pada titik itu kita memperoleh perspektif yang jernih tentang dunia, dan sadar atas adanya kemungkinan-kemungkinan baru yang sebelumnya tak terlihat.
Ketika mendapatkan inspirasi orang seperti merasa “kerasukan”, yakni melihat dunia dengan cara lain, dan merasa mendapatkan visi besar tentang hidupnya yang sebelumnya tak pernah ia dapatkan. Semua ini hanya dapat terjadi, jika ada motivasi yang cukup kuat dari individu untuk menciptakan, dan membuat mimpi terpendam menjadi kenyataan. Motivasi yang amat kuat akan melahirkan inspirasi yang tak terduga.
Dalam konteks ini inspirasi melibatkan dua hal, yakni orang yang terinspirasi oleh sesuatu, bisa mulai suara burung, hujan, dan sebagainya, lalu dia bertindak atas dasar inspirasi itu. Maka dari itu menurut Kaufman, orang-orang yang gampang terinspirasi biasanya memiliki ciri tertentu, yakni keterbukaan mereka pada pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya tak pernah dialami. Dari pengalaman baru mereka bisa menyerap hal-hal baru dengan mudah, dan mengintegrasikan itu semua ke dalam diri mereka.
Logikanya begini. Keterbukaan diri pada pengalaman-pengalaman baru adalah awal dari inspirasi. Dan dengan keterbukaan tersebut, orang justru bisa mendapatkan inspirasi dalam hidupnya. Artinya orang yang terbuka pada inspirasi hidup adalah orang-orang yang nantinya akan mendapatkan inspirasi tak terduga di dalam hidupnya. Maka keterbukaan diri adalah sesuatu yang amat penting.
Di sisi lain menurut Kaufman, orang-orang yang inspiratif seringkali memiliki dorongan kuat untuk menguasai dengan baik apa yang menjadi profesi atau pekerjaan mereka. Walaupun begitu mereka tetap bukan individu-individu yang kompetitif. Mereka tidak membutuhkan panggung sebagai bukti, bahwa mereka lebih baik dari orang lain. Panggung semacam itu hanya diperlukan oleh orang-orang yang tak mampu melampaui egoisme dirinya.
Orang-orang yang inspiratif seringkali memiliki motivasi diri yang amat kuat untuk mengembangkan diri. Mereka tidak terlalu peduli pada dorongan eksternal. Dampaknya amat besar. Mereka bekerja bukan untuk alasan-alasan di luar pekerjaan itu sendiri, tetapi demi dan karena pekerjaan itu sendiri cocok dengan jiwa mereka. Orang-orang inspiratif adalah orang-orang yang berhasil mentransendensi egoisme dirinya sendiri.
Secara psikologis juga dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang inspiratif memiliki karakter psikologis yang baik, seperti kepercayaan pada kemampuan diri mereka, serta optimisme yang tinggi dalam melihat hidup dan dunia. Orang-orang inspiratif memiliki gudang inspirasi mereka sendiri. Dengan inspirasi yang ada, mereka mampu menguasai dengan baik apa yang menjadi pekerjaan mereka, kreatif dalam menemukan hal-hal baru yang berguna, mampu menyerap hal-hal baru yang belum mereka ketahui, amat percaya diri, dan optimis di dalam hidupnya.
Namun sebagaimana diingatkan oleh Kaufman, inspirasi tidak sama dengan berpikir positif. Orang yang berpikir positif di dalam setiap keadaan bisa jatuh ke dalam kenaifan tersendiri, sehingga reaksi yang ia berikan tidak tepat dengan realitas yang terjadi. Sementara orang-orang yang inspiratif (karena terinspirasi oleh banyak hal) cenderung memasuki keadaan sementara yang penuh dengan makna dan spiritualitas, yang berada di luar kontrol mereka sendiri. Pikiran positif seringkali sifatnya jangka pendek dan disadari, sementara inspirasi terkait dengan semacam pengalaman mistik, yang penuh dengan harapan, bahwa ada hal yang lebih baik, lebih baru, dan lebih penting dari apa yang sudah ada sebelumnya.
Dengan inspirasi yang ada, orang bisa menjadi kreatif, yakni mencipta hal-hal baru. Dengan inspirasi yang ada, orang bisa melihat melampaui halangan-halangan yang ada, dan menemukan solusi yang pas untuk tantangan di depan mata. Konsekuensi logisnya orang-orang yang inspiratif, karena ia sendiri menemukan banyak inspirasi di sekitarnya, akan lebih mudah mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Ia akan merasa bahwa hidup yang dijalaninya bermakna, lepas dari berbagai tantangan yang ada.
Lepas dari semua teori yang ada tentang inspirasi, ada satu hal yang tetap harus dipegang teguh, bahwa inspirasi datang tak terduga. Inspirasi tak bisa dipaksakan. Kita hanya bisa berusaha dengan pikiran terbuka dan motivasi yang kuat. Namun semua itu belum pasti mendatangkan inspirasi. Kesadaran semacam ini membebaskan kita dari sikap memaksa diri yang berlebihan.
Namun sebaliknya juga benar, bahwa inspirasi tidak harus bersifat mistik, atau merupakan pancaran berkah ilahi. Inspirasi paling tepat dipikirkan sebagai “interaksi yang mengagetkan antara pengetahuan yang telah ada dan informasi baru yang kamu terima dari dunia.” Inspirasi adalah kombinasi ganjil antara apa yang sudah diketahui sebelumnya dengan informasi baru yang dialami. Dari kombinasi ganjil itulah lahir percikan-percikan ide tak terduga.
Kombinasi ganjil tersebut tetap dapat diusahakan, selama orang menerapkan keterbukaan pikiran, bersikap positif pada pelbagai peristiwa dunia, bekerja keras di dalam profesi terkait, dan termotivasi untuk melampaui batas-batas diri yang ada. Yang juga tak kalah penting adalah orang perlu untuk membaca, mempelajari, dan memahami kehidupan orang-orang yang inspiratif, seperti para pemimpin besar dunia, ataupun orang-orang besar lainnya yang telah mengubah dunia. Kehidupan mereka adalah gudang inspirasi yang amat berharga.
Dengan terus terbuka pada kemungkinan mendapatkan inspirasi, anda bisa menjadi pemimpin yang inspiratif. Itu digabungkan dengan kemampuan untuk memotivasi dan menginspirasi orang lain sejalan dengan tujuan organisasi (i), kemampuan menyentuh setiap elemen organisasi secara personal dan manusiawi (ii), kemampuan untuk belajar dan meningkatkan kemampuan diri (iii), serta keberanian untuk menantang pola berpikir lama yang mapan dan membuka diri untuk kreativitas (iv), orang akan menjadi pemimpin hebat yang mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk semua orang.
Wednesday, November 30, 2011
Sunday, November 27, 2011
"Pendidikan Karakter yang Kontekstual"
Pendidikan karakter bangsa kita sudah berjalan hampir satu abad yang lalu, namun hasilnya menggenaskan. Para pemimpin menunjukkan karakter tidak peduli dan tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat. Setiap orang yang memiliki kekuasaan berusaha membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri. Menghamburkan uang negara untuk diri sendiri tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan bangsa saat ini berada pada titik nadir terendah. Di mana-mana terjadi kebobrokan moral, krisis dalam dunia politik, pengadilan, pendidikan, bahkan krisis di bidang pemerintahan dan kepemimpinan.
Penulis mempersoalkan apa yang kurang dari pendidikan karakter? Baru disadari akhir-akhir ini bahwa pendidikan karakter bangsa Indonesia kurang kontekstual, tidak menggali nilai-nilai budaya lokal yang baik dan unggul serta mengintegrasikannya dalam hidup sehari-hari.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah bukan hal yang baru dalam pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (character), pikiran (intellect), dan tubuh. Ketiganya tidak bisa dipisahkan, supaya anak dapat tumbuh dengan sempurna. Jadi pendidikan karakter merupakan bagian penting yang tidak boleh dipisahkan dalam isi pendidikan di Indonesia. Mudji Sutrisno SJ menyetujui pendidikan karakter ini melalui jalur pendidikan, meski pendidikan merupakan reduksi dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” (Seputar Indonesia, 9/XI/2011). Perlu diingat bahwa isi dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah pendidikan kesadaran dan pendidikan kemartabatan. Dengan demikian, awal kebudayaan selalu menyatu dengan pendidikan sebab proses pendidikan adalah proses kebudayaan.
Pada tahun 1970-an, ada pelajaran budi pekerti, kemudian disusul dengan mata pelajaran agama dan PPKn yang semuanya memiliki tujuan yang sama ialah menumbuhkembangkan karakter. Betapa pentingnya mata pelajaran agama dan PPKn sampai-sampai nilai agama dan PPKn kurang dari 6, siswa tidak naik kelas. Hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran agama dan PPKn sebagai unsur penting untuk membentuk karakter siswa. Namun pendidikan karakter kurang mendapat perhatian dan penekanan dalam perjalanan sejarah pendidikan di negara kita. Lalu Kemdiknas (2009) mempunyai keinginan lagi untuk memberi penekanan karakter dalam pendidikan di Indonesia dewasa ini.
Negara-negara lain juga memberi perhatian pada pendidikan karakter. Negara Amerika Serikat membentuk task force yang bertugas untuk mencari pola pendidikan yang tepat di abad ke-21 pada awal 1990-an (Thomas Lickona, Educating for Character). Mereka menemukan seperangkat kompetensi yang sebagian besar skills-nya (21st Century Skills) merupakan aspek-aspek karakter. Cina membaharui pendidikan karakter yang merupakan reformasi pendidikan yang paling signifikan (Li Lanqing, Education for 1.3 Billion). Mereka menyadari bahwa pembaharuan pendidikan karakter harus dilakukan secara menyeluruh karena konsekuensi keterbukaan politik dan ekonomi yang dijalankan dan antisipasi perkembangan teknologi.
Apa itu pendidikan karakter? Menurut Helen G. Douglas, “karakter” tidak diwariskan melainkan sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011, Konsep dan Model Pendidikan Karakter). Karakter sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Pelbagai karakter dapat dirumuskan secara universal sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian, menghargai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, dan persatuan. Dengan demikian pendidikan karakter merupakan “upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya” (Sue Winton, 2010). Dewasa ini pendidikan karakter merupakan suatu upaya proaktif untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah.
Menurut Doni Koesoema, ada tiga fokus pendidikan karakter dewasa ini (Kompas 19/VII/2010). Pertama, pendidikan karakter yang memusatkan diri pada pengajaran (teaching values). Siswa perlu mengetahui dan memahami isi nilai-nilai tertentu yang harus dipelajari serta sekumpulan kualitas keutamaan moral (kejujuran, keberanian, dan kemurahan hati). Dengan demikian fokus pendidikan karakter tipe pertama pada pengetahuan dan pengertian (intellectual).
Kedua, pendidikan karakter yang memusatkan diri pada klarifikasi nilai (value clarification). Siswa mesti memiliki proses penalaran moral dan pemilihan nilai. Dengan kata lain, fokus pendidikan karakter tipe kedua ini pada perilaku. Namun pendidikan karakter masih memprioritaskan pada pemahaman dan proses pembentukan serta pemilihan nilai.
Ketiga, pendidikan karakter yang memakai pendekatan pertumbuhan moral Kohlberg (character development). Siswa harus mengutamakan perilaku yang merefleksikan penerimaan nilai dan menekankan unsur motivasi, serta aspek-aspek kepribadian yang relatif stabil. Semua itu akan mengarahkan tindakan individu. Jadi, fokus pendidikan karakter tipe ketiga ini pada pertumbuhan motivasi internal dalam membentuk nilai yang selaras dengan tahap-tahap perkembangan moral individu.
Menggali Nilai-Nilai Unggul Budaya Lokal
Zainuddin Maliki memulai paparannya dengan menanyakan karakter apa yang dibutuhkan Indonesia ke depan dalam Seminar Nasional “Pendidikan Karakter: Menggali Nilai-Nilai Keunggulan Lokal untuk Membangun Karakter Bangsa melalui Pendidikan” yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 17 November 2011. Menurutnya, karakter yang dibutuhkan Indonesia adalah pemenuhan kebutuhan SDM yang berkepribadian holistik. Mengapa holistik? Karena Indonesia sedang mengalami kegagalan dalam pendidikan dan hasil manusia Indonesia yang memiliki 5D (Dorongan berprestasi lemah, Distrust, Disiplin rendah, Dorongan Instant dan Dekat dengan kekerasan). Solusi yang diajukan adalah memadukan budaya tradisi dan modern dalam proses terus menerus dan selalu berorientasi ke depan.
Sedangkan, Ayu Sutarto (2011) mengusulkan untuk memanfaatkan kearifan lokal yang dimiliki oleh pelbagai etnik di negara Indonesia. Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah “keunggulan lokal, yaitu berupa produk-produk kebudayaan lokal, baik yang bendawi (tangible) maupun yang nonbendawi (intangible) yang dapat dijadikan instrumen untuk menjawab berbagai atau dapat menjadi solusi dalam menghadapi prahara perubahan yang berdampak buruk kepada warga bangsa”.
Sutarto menguak pentingnya kearifan lokal bagi penguatan karakter dan pekerti bangsa. Ia juga memberi kiat bagaimana menanamkan kearifan lokal yang arif tersebut. Ia menandaskan bahwa kurikulum pendidikan kita harus kontekstual dan menggunakan metode cerita, bahkan cerita yang kreatif dalam penyampaiannya. Ia menjawab pertanyaan salah seorang peserta seminar nasional di Unesa dengan dongeng “kancil mencuri mentimun”. Pertanyaannya adalah mengapa penguasa-penguasa Indonesia yang nota bene telah mendapatkan pendidikan karakter, banyak yang mencuri? Karena mereka hanya mengingat “mencuri”-nya (tidak mengingat kancilnya) dan kurikulum pendidikan kita berbasis pada isi (tidak kontekstual).
Bangsa Indonesia memiliki banyak kearifan lokal. Kearifan lokal yang terkait dengan kebhinekaan dan kemajemukan misalnya ungkapan-ungkapan yang tertulis: “Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”; “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Ada yang terkait dengan persatuan dan kesatuan misalnya ungkapan-ungkapan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Contoh lain dari kearifan lokal yang terkait dengan etos belajar dan tidak boros terungkap dalam: “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”. Ada yang terkait dengan rasa senasib sepenanggungan: “Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”.
Pendidikan karakter dimulai dari kearifan lokal yang terkait dengan keadilan. Siswa-siswa sekolah mempunyai program live-in ke daerah-daerah supaya mereka tidak terlibas dengan arus pragmatisme di masyarakat kota. Dasar dari pendidikan kesadaran melalui program live-in ini adalah kehidupan itu sendiri. Kehidupan yang ramah terhadap pendidikan. Pendidikan kesadaran yang ditawarkan kepada siswa-siswa ini, penulis teringat akan konsientisasi-nya Paulo Freire (1921-1997). Penyadaran tersebut dibangun dalam realitas sosial dan budaya guru dan murid. Realitas ini akan memunculkan unsur-unsur tematik, isi, keputusan pedagogis (kurikulum dan pengajaran). Dengan demikian, penyadaran merupakan perpaduan teori dan praktek yang memberikan kekuatan bagi semua.
Kesimpulan
1. Pendidikan karakter dapat dipahami asal kita mampu memetakan persoalan serta berani bertindak untuk menjawab tantangan bagi pengembangan pendidikan karakter.
2. Menjadi tantangan bagi setiap pendidik dan pengambil keputusan untuk selalu terbuka pada perbaikan, termasuk memberi ruang bagi dialog, debat, diskusi, kritik yang terbuka, jika kita ingin mengembangkan pendidikan karakter yang berkesinambungan.
3. Filsafat pendidikan Indonesia rupanya harus diarahkan menuju pembangunan konsientisasi (penyadaran) besar-besaran mengenai manusia Indonesia yang berada dalam kemajemukan agama, ras, suku, daerah dan juga kepentingan. Pertanyaan yang bisa timbul adalah ke-Jawa-an menyumbang apa bagi ke Indonesiaan, ke-Bugis-an menyumbang apa bagi keIndonesiaan, dan seterusnya
Penulis mempersoalkan apa yang kurang dari pendidikan karakter? Baru disadari akhir-akhir ini bahwa pendidikan karakter bangsa Indonesia kurang kontekstual, tidak menggali nilai-nilai budaya lokal yang baik dan unggul serta mengintegrasikannya dalam hidup sehari-hari.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah bukan hal yang baru dalam pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (character), pikiran (intellect), dan tubuh. Ketiganya tidak bisa dipisahkan, supaya anak dapat tumbuh dengan sempurna. Jadi pendidikan karakter merupakan bagian penting yang tidak boleh dipisahkan dalam isi pendidikan di Indonesia. Mudji Sutrisno SJ menyetujui pendidikan karakter ini melalui jalur pendidikan, meski pendidikan merupakan reduksi dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” (Seputar Indonesia, 9/XI/2011). Perlu diingat bahwa isi dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah pendidikan kesadaran dan pendidikan kemartabatan. Dengan demikian, awal kebudayaan selalu menyatu dengan pendidikan sebab proses pendidikan adalah proses kebudayaan.
Pada tahun 1970-an, ada pelajaran budi pekerti, kemudian disusul dengan mata pelajaran agama dan PPKn yang semuanya memiliki tujuan yang sama ialah menumbuhkembangkan karakter. Betapa pentingnya mata pelajaran agama dan PPKn sampai-sampai nilai agama dan PPKn kurang dari 6, siswa tidak naik kelas. Hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran agama dan PPKn sebagai unsur penting untuk membentuk karakter siswa. Namun pendidikan karakter kurang mendapat perhatian dan penekanan dalam perjalanan sejarah pendidikan di negara kita. Lalu Kemdiknas (2009) mempunyai keinginan lagi untuk memberi penekanan karakter dalam pendidikan di Indonesia dewasa ini.
Negara-negara lain juga memberi perhatian pada pendidikan karakter. Negara Amerika Serikat membentuk task force yang bertugas untuk mencari pola pendidikan yang tepat di abad ke-21 pada awal 1990-an (Thomas Lickona, Educating for Character). Mereka menemukan seperangkat kompetensi yang sebagian besar skills-nya (21st Century Skills) merupakan aspek-aspek karakter. Cina membaharui pendidikan karakter yang merupakan reformasi pendidikan yang paling signifikan (Li Lanqing, Education for 1.3 Billion). Mereka menyadari bahwa pembaharuan pendidikan karakter harus dilakukan secara menyeluruh karena konsekuensi keterbukaan politik dan ekonomi yang dijalankan dan antisipasi perkembangan teknologi.
Apa itu pendidikan karakter? Menurut Helen G. Douglas, “karakter” tidak diwariskan melainkan sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011, Konsep dan Model Pendidikan Karakter). Karakter sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia. Pelbagai karakter dapat dirumuskan secara universal sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian, menghargai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, dan persatuan. Dengan demikian pendidikan karakter merupakan “upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya” (Sue Winton, 2010). Dewasa ini pendidikan karakter merupakan suatu upaya proaktif untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah.
Menurut Doni Koesoema, ada tiga fokus pendidikan karakter dewasa ini (Kompas 19/VII/2010). Pertama, pendidikan karakter yang memusatkan diri pada pengajaran (teaching values). Siswa perlu mengetahui dan memahami isi nilai-nilai tertentu yang harus dipelajari serta sekumpulan kualitas keutamaan moral (kejujuran, keberanian, dan kemurahan hati). Dengan demikian fokus pendidikan karakter tipe pertama pada pengetahuan dan pengertian (intellectual).
Kedua, pendidikan karakter yang memusatkan diri pada klarifikasi nilai (value clarification). Siswa mesti memiliki proses penalaran moral dan pemilihan nilai. Dengan kata lain, fokus pendidikan karakter tipe kedua ini pada perilaku. Namun pendidikan karakter masih memprioritaskan pada pemahaman dan proses pembentukan serta pemilihan nilai.
Ketiga, pendidikan karakter yang memakai pendekatan pertumbuhan moral Kohlberg (character development). Siswa harus mengutamakan perilaku yang merefleksikan penerimaan nilai dan menekankan unsur motivasi, serta aspek-aspek kepribadian yang relatif stabil. Semua itu akan mengarahkan tindakan individu. Jadi, fokus pendidikan karakter tipe ketiga ini pada pertumbuhan motivasi internal dalam membentuk nilai yang selaras dengan tahap-tahap perkembangan moral individu.
Menggali Nilai-Nilai Unggul Budaya Lokal
Zainuddin Maliki memulai paparannya dengan menanyakan karakter apa yang dibutuhkan Indonesia ke depan dalam Seminar Nasional “Pendidikan Karakter: Menggali Nilai-Nilai Keunggulan Lokal untuk Membangun Karakter Bangsa melalui Pendidikan” yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 17 November 2011. Menurutnya, karakter yang dibutuhkan Indonesia adalah pemenuhan kebutuhan SDM yang berkepribadian holistik. Mengapa holistik? Karena Indonesia sedang mengalami kegagalan dalam pendidikan dan hasil manusia Indonesia yang memiliki 5D (Dorongan berprestasi lemah, Distrust, Disiplin rendah, Dorongan Instant dan Dekat dengan kekerasan). Solusi yang diajukan adalah memadukan budaya tradisi dan modern dalam proses terus menerus dan selalu berorientasi ke depan.
Sedangkan, Ayu Sutarto (2011) mengusulkan untuk memanfaatkan kearifan lokal yang dimiliki oleh pelbagai etnik di negara Indonesia. Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah “keunggulan lokal, yaitu berupa produk-produk kebudayaan lokal, baik yang bendawi (tangible) maupun yang nonbendawi (intangible) yang dapat dijadikan instrumen untuk menjawab berbagai atau dapat menjadi solusi dalam menghadapi prahara perubahan yang berdampak buruk kepada warga bangsa”.
Sutarto menguak pentingnya kearifan lokal bagi penguatan karakter dan pekerti bangsa. Ia juga memberi kiat bagaimana menanamkan kearifan lokal yang arif tersebut. Ia menandaskan bahwa kurikulum pendidikan kita harus kontekstual dan menggunakan metode cerita, bahkan cerita yang kreatif dalam penyampaiannya. Ia menjawab pertanyaan salah seorang peserta seminar nasional di Unesa dengan dongeng “kancil mencuri mentimun”. Pertanyaannya adalah mengapa penguasa-penguasa Indonesia yang nota bene telah mendapatkan pendidikan karakter, banyak yang mencuri? Karena mereka hanya mengingat “mencuri”-nya (tidak mengingat kancilnya) dan kurikulum pendidikan kita berbasis pada isi (tidak kontekstual).
Bangsa Indonesia memiliki banyak kearifan lokal. Kearifan lokal yang terkait dengan kebhinekaan dan kemajemukan misalnya ungkapan-ungkapan yang tertulis: “Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”; “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Ada yang terkait dengan persatuan dan kesatuan misalnya ungkapan-ungkapan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Contoh lain dari kearifan lokal yang terkait dengan etos belajar dan tidak boros terungkap dalam: “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”. Ada yang terkait dengan rasa senasib sepenanggungan: “Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”.
Pendidikan karakter dimulai dari kearifan lokal yang terkait dengan keadilan. Siswa-siswa sekolah mempunyai program live-in ke daerah-daerah supaya mereka tidak terlibas dengan arus pragmatisme di masyarakat kota. Dasar dari pendidikan kesadaran melalui program live-in ini adalah kehidupan itu sendiri. Kehidupan yang ramah terhadap pendidikan. Pendidikan kesadaran yang ditawarkan kepada siswa-siswa ini, penulis teringat akan konsientisasi-nya Paulo Freire (1921-1997). Penyadaran tersebut dibangun dalam realitas sosial dan budaya guru dan murid. Realitas ini akan memunculkan unsur-unsur tematik, isi, keputusan pedagogis (kurikulum dan pengajaran). Dengan demikian, penyadaran merupakan perpaduan teori dan praktek yang memberikan kekuatan bagi semua.
Kesimpulan
1. Pendidikan karakter dapat dipahami asal kita mampu memetakan persoalan serta berani bertindak untuk menjawab tantangan bagi pengembangan pendidikan karakter.
2. Menjadi tantangan bagi setiap pendidik dan pengambil keputusan untuk selalu terbuka pada perbaikan, termasuk memberi ruang bagi dialog, debat, diskusi, kritik yang terbuka, jika kita ingin mengembangkan pendidikan karakter yang berkesinambungan.
3. Filsafat pendidikan Indonesia rupanya harus diarahkan menuju pembangunan konsientisasi (penyadaran) besar-besaran mengenai manusia Indonesia yang berada dalam kemajemukan agama, ras, suku, daerah dan juga kepentingan. Pertanyaan yang bisa timbul adalah ke-Jawa-an menyumbang apa bagi ke Indonesiaan, ke-Bugis-an menyumbang apa bagi keIndonesiaan, dan seterusnya
Saturday, November 5, 2011
"Makna Qurban"
Qurban dalam bahasa Arab dari kata qa-ru-ba artinya dekat. Ibadah qurban yang didalamnya terdapat penyembelihan hewan qurban adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban disebut juga “udlhiyah’” artinya penyembelihan binatang pada waktu pagi? Duha sebagai qurban/upaya mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Tentang penyariatan ibadah qurban ini ditetapkan berdasarkan Al-Qur-an maupun hadist. Al-Qur’an menyinggung soal Qurban di dalam surah Al-kautsar “ Maka dirikanlah shalat untuk Tuhamu dan menyembelihlah “. (Al- Kautsar:2)
KEUTAMAAN QURBAN
Perintah melaksanakan ibadah Qurban mempunyai beberapa keutamaan.
Pertama, pengampunan dari Alloh. Rasululloh SAW telah bersabda kepada anaknya Fatimah, ketika beliau ingin menyembelih hewan Qurban.
“Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa-dosa yang kamu lakukan. Dan bacalah : Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Alloh SWT, Rabb semesta alam semesta. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
Kedua, adalah keridhaan Alloh. Alloh SWT berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Alloh, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS. Al Hajj : 37)
Ketiga, ibadah qurban merupakan amalan yang paling dicintai Alloh pada hari Raya Idul Adha. “Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai Alloh dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan qurban”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan hakim)
Keempat, hewan qurban sebagai saksi di hari kiamat. “Sesungguhnya hewan qurban itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban telah terletak disuatu tempat disisi Alloh sebelum mengalir ditanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan hakim)
Kelima, mendapatkan pahala yang besar. Pahala yang amat besar, yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu dari binatang yang disembelih, ini merupakan penggambaran saja tentang betapa besarnya pahala itu, hal ini dinyatakan oleh Rasululloh SAW. “Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
HUKUM QURBAN
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan fuqaha(ahli fiqih) menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi mereka yang mampu.
Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya ieduk Adha dan tiga hari tasyriq maka berarti ia mampu.
KAPAN MENJADI WAJIB?
Meskipun hukum asalnya sunnah mu’akkadah, namun qurban bias menjadi wajib dalam keadaan dua hal ;
1.Jika telah bernadzar untuk melakukan korban, sebagaimana hadits; “ Seseorang yang bernadzar untuk melakukan ketaatan kepada Alloh, hendaklah ia melakukan ketaatan itu, dan jika ia bernadzar untuk bermaksiat maka janganlah melakukan maksiat” (HR Al-Bukhari)
2.Jika telah berniat untuk melakukan korban. Menurut Imam Malik, seseorang yang membeli binatang dengan mengatakan, ini untuk korban. Menurut Imam Malik, seseorang yang membeli binatang dengan mengatakan, ini untuk korban maka ia berkewajiban untuk melaksanakan niatnya.
BINATANG QURBAN
Binatang yang dibolehkan untuk menjadi qurban adalah unta, sapi dan kambing atau domba. Tidak boleh berkorban dengan selain ketiga macam binatang tersebut.
Adapun pelaksanaan korban, binatang tersebut ditentukan; “Dari jabir, berkata: rasululloh SAW bersabda : Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi kalian merasa berat hendaklah menyembelih kambing Al-Jadza’ah (HR. Muslim dan Abu Daud).
Yang dimaksud dengan Musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau domba. Umur kambing adalah ketika sudah sempurna usia setahun dan memasuki tahun kedua, untuk sapi telah sempurna usia dua tahun dan masuk tahun ketiga, sedangkan unta telah sempurna usia lima tahun dan telah menginjak tahun keenam. Menurut Ibnu at-Tin, yang dinamakan musinnah adalah ketika sudah berganti gigi. Sedangkan jadza’ah yaitu kambing atau domba yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama. Tetapi ada yang berpendapat, kambing usia 6 bulan sudah masuk jadza’ah.
Hewan yang Dilarang Dijadikan Qurban
Ada beberapa cacat pada binatang yang menyebabkan ia tidak boleh dijadikan binatang korban. Larangan itu telah dijelaskan oleh Rasululloh SAW. “Ada empat hal yang tidak boleh dalam berkorban, 1) buta sebelah mata, yang tampak jelas kebutaannya 2) sakit yang jelas sakitnya. 3) pincang yang nyata-nyata pincangnya, dan 4) kurus tidak berlemak” (HR. Abu Dawud)
Selain keempat tersebut Rasululloh SAW juga melarang berkorban dengan binatang yang tanduknya pecah, atau telinganya hilang sebagian. Dari Ali, ia berkata. “Rasululloh SAW melarang berkorban dengan binatang yang pecah tanduknya dan telinganya (at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
WAKTU PENYEMBELIHAN
Permulaan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban adalah setelah selesai shalat Ied Adha. Hal ini didasarkan kepada hadits; “Dari Barra bin Azib ra, ia berkata : aku mendengar Rasululloh SAW berkhutbah, beliau bersabda: Sesungguhnya perkara yang pertama kita mulai pada hari ini adalah kita shalat kemudian menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, dia telah mendapatkan sunnah kami” (HR al-Bukhari)
“Dan barang siapa yang telah menyembelih (sebelum shalat), maka sesungguhnya sembelihan itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya, bukan termasuk hewan kurban, pada hari kedua dan ketiga setelah hari Ied. Dan batas akhir penyembelihan adalah hari tasyriq yang terkahir, sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Jubair bin Muth’im bahwasanya beliau SAW bersabda: “ Setiap hari tasyriq ada sembelihan.” (HR. Ahmad)
TEMPAT MENYEMBELIH
Dalam rangka menampakkan syiar Islam dan kaum muslimin, disunnahkan menyembelih di lapangan tempat shalat Ied, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar,”bahwa Nabi SAW: menyembelih di tempat shalat Ied.” (HR. Bukhari)
CARA MENYEMBELIH
Dalam menyembelih binatang diharuskan untuk menimalisir rasa sakit. Diantara cara yang bisa meminimalisasi rasa sakit adalah dengan pisau tajam. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits : “Sesungguhnya Alloh telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan semeblihannya. (Riwayat Muslim)
Sebelum menyembelih mengucapkan “bismillah wallahu akbar, haadzaa minka wailaika” membaringkan sembelihan pada sisi kirinya karena yang demikian mudah bagi si penyembelih memegang pisau dengan tangan kanannya, dan menahan lehernya dengan tangan kiri. “ Dari Anas bin Malik, dia berkata:Bahwasanya Nabi SAW menyembelih dua ekor dombanya yang bagus dan bertanduk. Anas berkata, aku melihat beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di samping lehernya dan mengucapkan basmallah dan takbir.” (HR. Muslim)
Selain membaca basmallah dan takbir, juga membaca do’a, allahuma hadza ‘an fulan (nama yang berkorban). Tetapi khusus untuk Rasululloh SAW, ketika menyembelih menyertakan seluruh ummat beliau, seperti disebutkan di dalam riwayat berikut : “ Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “ Aku mengikuti Rasulullah SAW shalat Idul Adha di tanah lapang, setelah selesai berkhutbah beliau turun dari mimbarnya dan mendatangi dombanya, lalu Rasulullah SAW menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri seraya berkata “Bismillah Wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits di atas pula orang yang berkorban disunnahkan untuk memotong hewan kurbannya. Tetapi kalau tidak bisa menyembelih sendiri boleh diwakilkan kepada orang lain. Meskipun demikian disunnahkan baginya untuk menyaksikan penyembelihannya dan membaca, inna shalati wa nusuki…
MEMBAGIKAN DAGING KURBAN
Bagi yang berkurban disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpan sebagian dari dagingnya. Daging sembelihan, kulitnya, rambutnya dan yang bermanfaat dari kurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama, dan seorang tukang sembelih tidak boleh mendapatkan daging kurban. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah upah dari yang berkurban : “ Dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata : Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk menyembelih hewan kurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak member tukang potong sedikitpun dari kurban tersebut. Tetapi kami memberinya dari harta kami” (HR. Bukhari Muslim).
Membagikan kepada non-Muslim
Imam Al-Hasan Al-Basri,Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging kurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim. Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya. Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka hukumnya boleh. Sementara Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hokum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh.
KEUTAMAAN QURBAN
Perintah melaksanakan ibadah Qurban mempunyai beberapa keutamaan.
Pertama, pengampunan dari Alloh. Rasululloh SAW telah bersabda kepada anaknya Fatimah, ketika beliau ingin menyembelih hewan Qurban.
“Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa-dosa yang kamu lakukan. Dan bacalah : Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Alloh SWT, Rabb semesta alam semesta. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)
Kedua, adalah keridhaan Alloh. Alloh SWT berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Alloh, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS. Al Hajj : 37)
Ketiga, ibadah qurban merupakan amalan yang paling dicintai Alloh pada hari Raya Idul Adha. “Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai Alloh dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan qurban”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan hakim)
Keempat, hewan qurban sebagai saksi di hari kiamat. “Sesungguhnya hewan qurban itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban telah terletak disuatu tempat disisi Alloh sebelum mengalir ditanah. Karena itu, bahagiakan dirimu dengannya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan hakim)
Kelima, mendapatkan pahala yang besar. Pahala yang amat besar, yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu dari binatang yang disembelih, ini merupakan penggambaran saja tentang betapa besarnya pahala itu, hal ini dinyatakan oleh Rasululloh SAW. “Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
HUKUM QURBAN
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan fuqaha(ahli fiqih) menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi mereka yang mampu.
Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya ieduk Adha dan tiga hari tasyriq maka berarti ia mampu.
KAPAN MENJADI WAJIB?
Meskipun hukum asalnya sunnah mu’akkadah, namun qurban bias menjadi wajib dalam keadaan dua hal ;
1.Jika telah bernadzar untuk melakukan korban, sebagaimana hadits; “ Seseorang yang bernadzar untuk melakukan ketaatan kepada Alloh, hendaklah ia melakukan ketaatan itu, dan jika ia bernadzar untuk bermaksiat maka janganlah melakukan maksiat” (HR Al-Bukhari)
2.Jika telah berniat untuk melakukan korban. Menurut Imam Malik, seseorang yang membeli binatang dengan mengatakan, ini untuk korban. Menurut Imam Malik, seseorang yang membeli binatang dengan mengatakan, ini untuk korban maka ia berkewajiban untuk melaksanakan niatnya.
BINATANG QURBAN
Binatang yang dibolehkan untuk menjadi qurban adalah unta, sapi dan kambing atau domba. Tidak boleh berkorban dengan selain ketiga macam binatang tersebut.
Adapun pelaksanaan korban, binatang tersebut ditentukan; “Dari jabir, berkata: rasululloh SAW bersabda : Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi kalian merasa berat hendaklah menyembelih kambing Al-Jadza’ah (HR. Muslim dan Abu Daud).
Yang dimaksud dengan Musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau domba. Umur kambing adalah ketika sudah sempurna usia setahun dan memasuki tahun kedua, untuk sapi telah sempurna usia dua tahun dan masuk tahun ketiga, sedangkan unta telah sempurna usia lima tahun dan telah menginjak tahun keenam. Menurut Ibnu at-Tin, yang dinamakan musinnah adalah ketika sudah berganti gigi. Sedangkan jadza’ah yaitu kambing atau domba yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama. Tetapi ada yang berpendapat, kambing usia 6 bulan sudah masuk jadza’ah.
Hewan yang Dilarang Dijadikan Qurban
Ada beberapa cacat pada binatang yang menyebabkan ia tidak boleh dijadikan binatang korban. Larangan itu telah dijelaskan oleh Rasululloh SAW. “Ada empat hal yang tidak boleh dalam berkorban, 1) buta sebelah mata, yang tampak jelas kebutaannya 2) sakit yang jelas sakitnya. 3) pincang yang nyata-nyata pincangnya, dan 4) kurus tidak berlemak” (HR. Abu Dawud)
Selain keempat tersebut Rasululloh SAW juga melarang berkorban dengan binatang yang tanduknya pecah, atau telinganya hilang sebagian. Dari Ali, ia berkata. “Rasululloh SAW melarang berkorban dengan binatang yang pecah tanduknya dan telinganya (at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
WAKTU PENYEMBELIHAN
Permulaan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban adalah setelah selesai shalat Ied Adha. Hal ini didasarkan kepada hadits; “Dari Barra bin Azib ra, ia berkata : aku mendengar Rasululloh SAW berkhutbah, beliau bersabda: Sesungguhnya perkara yang pertama kita mulai pada hari ini adalah kita shalat kemudian menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, dia telah mendapatkan sunnah kami” (HR al-Bukhari)
“Dan barang siapa yang telah menyembelih (sebelum shalat), maka sesungguhnya sembelihan itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya, bukan termasuk hewan kurban, pada hari kedua dan ketiga setelah hari Ied. Dan batas akhir penyembelihan adalah hari tasyriq yang terkahir, sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Jubair bin Muth’im bahwasanya beliau SAW bersabda: “ Setiap hari tasyriq ada sembelihan.” (HR. Ahmad)
TEMPAT MENYEMBELIH
Dalam rangka menampakkan syiar Islam dan kaum muslimin, disunnahkan menyembelih di lapangan tempat shalat Ied, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar,”bahwa Nabi SAW: menyembelih di tempat shalat Ied.” (HR. Bukhari)
CARA MENYEMBELIH
Dalam menyembelih binatang diharuskan untuk menimalisir rasa sakit. Diantara cara yang bisa meminimalisasi rasa sakit adalah dengan pisau tajam. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits : “Sesungguhnya Alloh telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan semeblihannya. (Riwayat Muslim)
Sebelum menyembelih mengucapkan “bismillah wallahu akbar, haadzaa minka wailaika” membaringkan sembelihan pada sisi kirinya karena yang demikian mudah bagi si penyembelih memegang pisau dengan tangan kanannya, dan menahan lehernya dengan tangan kiri. “ Dari Anas bin Malik, dia berkata:Bahwasanya Nabi SAW menyembelih dua ekor dombanya yang bagus dan bertanduk. Anas berkata, aku melihat beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di samping lehernya dan mengucapkan basmallah dan takbir.” (HR. Muslim)
Selain membaca basmallah dan takbir, juga membaca do’a, allahuma hadza ‘an fulan (nama yang berkorban). Tetapi khusus untuk Rasululloh SAW, ketika menyembelih menyertakan seluruh ummat beliau, seperti disebutkan di dalam riwayat berikut : “ Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “ Aku mengikuti Rasulullah SAW shalat Idul Adha di tanah lapang, setelah selesai berkhutbah beliau turun dari mimbarnya dan mendatangi dombanya, lalu Rasulullah SAW menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri seraya berkata “Bismillah Wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud)
Berdasarkan hadits di atas pula orang yang berkorban disunnahkan untuk memotong hewan kurbannya. Tetapi kalau tidak bisa menyembelih sendiri boleh diwakilkan kepada orang lain. Meskipun demikian disunnahkan baginya untuk menyaksikan penyembelihannya dan membaca, inna shalati wa nusuki…
MEMBAGIKAN DAGING KURBAN
Bagi yang berkurban disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpan sebagian dari dagingnya. Daging sembelihan, kulitnya, rambutnya dan yang bermanfaat dari kurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama, dan seorang tukang sembelih tidak boleh mendapatkan daging kurban. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah upah dari yang berkurban : “ Dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata : Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk menyembelih hewan kurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak member tukang potong sedikitpun dari kurban tersebut. Tetapi kami memberinya dari harta kami” (HR. Bukhari Muslim).
Membagikan kepada non-Muslim
Imam Al-Hasan Al-Basri,Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging kurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim. Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya. Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka hukumnya boleh. Sementara Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hokum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Antagonis - Politik
Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...

-
Sekilas tentang Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Apa itu Pemanasan Global? Pemanasan Global adalah proses kenaikan suhu rat...
-
Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rubella. Nama "rubella" berasal dari...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains dan tekhnologi saling bedampingan. Seiring semakin pesatnya perkembangan tekhnologi, maka diperlu...