Sebagai
ciptaan yang sempurna, manusia dibekali oleh sang pencipta sebuah
perangkat lunak yang paling berpengaruh dalam segala hal, yaitu akal. Artinya,
dengan akal manusia menjadi mahluk khusus, yakni dapat berpikir. Pikiran
manusia dapat membuahkan konsep. Dengan konsep, manusia lalu menanggapi
berbagai keadaan di luar dirinya. Dalam hal ini, emosi dan perasaan juga
merupakan hasil dari konsep yang berakar pada pikiran manusia.
Ada
tiga ciri mendasar dari pikiran manusia, yakni tidak nyata, sementara dan
rapuh. Pikiran itu bukanlah kenyataan.
Ia adalah tanggapan atas kenyataan. Pikiran dibangun di atas abstraksi
konseptual atas kenyataan.
Pikiran
juga sementara. Ia datang, ia pergi,
dan ia berubah. Cuaca berubah, maka pikiran juga berubah. Ketika kebutuhan tak
terpenuhi, pikiran melemah. Dan sebaliknya, ketika kebutuhan tercukupi, pikiran
bekerja lebih maksimal.
Ini
menegaskan ciri selanjutnya, bahwa pikiran itu rapuh. Apa yang kita pikirkan sama sekali belum tentu benar.
Bahkan, keyakinan kita atas pikiran kita cenderung mengarahkan kita pada kesalahan
dan penderitaan, baik penderitaan diri sendiri maupun orang lain. Pikiran kita
begitu amat mudah berubah, dan ini jelas menandakan kerapuhan dari semua bentuk
pikiran kita
Namun,
sayangnya, banyak orang mengira, bahwa pikiran mereka adalah kenyataan. Mereka
mengira, bahwa pikiran mereka adalah kebenaran. Emosi dan segala bentuk
perasaan, yang merupakan buah dari pikiran, juga dianggap sebagai realita.
Mereka mengalami kesulitan untuk menjaga jarak dari pikiran mereka sendiri.
Pada
titik ini, biasanya orang melihat dua kemungkinan, yakni ekspresi dan represi.
Ekspresi berarti mengeluarkan semua bentuk pikiran tersebut dalam bentuk
tindakan ataupun kata-kata. Biasanya, orang lain menjadi obyek dari tindakan
ini. Beberapa diantaranya merasa terhina, sehingga membalas, dan membentuk
semacam lingkaran kekerasan yang lebih besar.
Represi
berarti menekan dan menelan semua emosi dan pikiran yang muncul. Pada pikiran
dan emosi yang ekstrem, ini menciptakan rasa sakit yang luar biasa. Dalam
jangka panjang, ini bisa menciptakan penyakit fisik yang berbahaya, seperti
misalnya kanker atau sakit jantung. Represi emosi dan pikiran jelas bukan
merupakan jalan yang tepat.
Ekspresi
menciptakan masalah sosial. Represi menciptakan masalah personal. Banyak orang
terjebak di antara keduanya. Mereka tidak dapat keluar dari pikiran dan emosi
yang mereka anggap nyata.
Bagaimana
Mengatasi Kebuntuan ini?