Thursday, May 19, 2011

Metode Pengajaran Rosulullah SAW Kepada Para Sahabatnya.

Metode yang ditempuh Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam dalam mengajar para sahabatnya tidak terlepas dari metode yang ditempuh oleh Al Qur’an. Karena Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam adalah penyampai Kitabullah, Beliau menjelaskan aspek-aspek hokum, menegaskan ayat-ayatnya serta mengaplikasikan Al Qur’an dalam kehidupan keseharian.

Al Qur’an turun secara bertahap kepada beliau selama kurag lebih sua puluh tiga tahun. Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam bertabligh kkepada kaumnya dan masyarakat sekitarnya, merinci ajaran-ajarannya secara terperinci serta mempratikkan hokum-hukumnya.

Bila kita sadar kenyataan tersebut, maka seakan-akan kita menemukan sekolah yang besar, yang pengasuhnya adalah Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam. Materi pelajarannya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Murid-muridnya adalah para sahabatnya. Seperti halnya Al qur’an yang turun secara bertahap, as-sunnah juga tidak di bentuk sekaligus. [1]

As Sunah dibentuk untuk mendidik umat Islam, baik bekenaan dalam permasalahan agama, sosial, etika dan politik, dalam keadaan perang dan damai ataupun dalam kondisi mudah dan sulit serta mencakup aspek ilmiah dan amaliah, aspek teoritis dan praktis.

Berikut adalah bagaimana Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam mengajar kepada para sahabatnya

Pengajaran bertahap, Al Qur’an menempuh jalan bertahap dalam menentang akida-akidah rusak dan tradisi-tradisi berbahaya dan memberantas segala bentuk kemungkaran yang dilakukan oleh umat manusia pada masa pra islam (jahiliyyah). Al Qur’an juga menggunakan cara bertahap dalam menancapkan akidah yang benar, ibadah, hokum, ajaran kepada etika luhur dan membangkitkan keberanian orang-orang yang berada disekitar Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam agar selalu bersabar dan berteguh hati. Dalam semua hal itulah, Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam menjelaskan Al Qur’an Al Karim memberikan fatwa kepada manusia, melerai pihak-pihak yang bersengketa, menegakkan hukuman dan mempratekkan ajaran-ajaran Al Qur’an, semua itu merupakan sunah.

Pusat-pusat pengajaran, Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam menjadikan Dar Al Akram bin Abdi manaf di Makkah sebagai markas dakwah dalam islam, tatkala pada awalnya dakwah itu dilakukan secara tersembunyi. Tempat itu dikenal dengan sebutan “Dar Al Islam”. Kaum muslimin yang awal berkumpulnya disekitar Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam menjauhi kaum musyrikin untuk membaca Al Qur’an, mempelajari dasar-dasar Islam dan menghafal Al Qur’an yang sedang turun kepada beliau. Kemudian tak seberapa lama, tempat tinggal Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam di Makkah menjadi pusat kegiatan kaum muslimin dan pesantren yang mereka gunakan untuk menerima Al Qur’an dan as Sunnah dari Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam.

Para sahabat mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah secara berdampingan dan mereka saling memberitahu apa yang mereka ketahui, mereka selalu berkeinginan untuk menguasai apa yang disampaiakn oleh Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam.

Disamping itu pusat kegiatan belajar tidak hanya di tempat-tempat khusus, melainkan terkadang Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam di mintakan fatwa di tengah perjalanan, dan dimana saja beliau Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam berada. Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam selalu duduk bersama para sahabatnya dan memberikan pelajaran dan membersihkan hati mereka.[2]

Diriwayatkan dari Anas ra, Bahwasannya tatkala mereka selesai menyelesaikan shalat subuh, mereka duduk membentuk halaqah, seraya membaca Al Qur’an dan mempelajari bebagai kefadhuan dan kesunnahan.[3]

Kebaikan Pendidikan dan Pengajaran¸ Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam merupan figure pendidik, penyelamat, dan pengajar sekaligus pembimbing, beliau diutus untuk meyempurnakan akhlak, beliau bergaul dengan seluruh kaum muslimin dan kaum kafir dengan baik

Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam bersabda “bagi kalian aku hanyalah seorang ayah, karena itu bila kalian buang hajat, maka jangan menghadap kiblat dan jangan (pula) membelakanginya.[4]

Bila berbicara Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam menggunakan makna yang sangat jelas, diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata

“Bahwa Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallamtidak berbicara secara beruntun seperti kalian (para sahabat), tetapi beliau (Muhammad) berbicara dengan bahasa yang tegas dan jelas sehingga bisa dihafal oleh pendengarnya”[5]

Bila ada yang bertanya, Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam selalu memberikan jawaban yang lebih luas dari yang ditanyakan.[6]

Contohnya : Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. “Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal.” Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi’i dan Ahmad juga meriwayatkannya.

Rasulullah memerikan fatwa tersebut diatas ketika ada seorang sahabat yang sedang berlayar namun tidak cukup membawa air untuk bersuci, sahabat bertanya : bolehkah aku berwudhu dengan air laut, kemudian Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. “Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal.” Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi’i dan Ahmad juga meriwayatkannya. menjawab “Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal.”. Sabda beliau “Laut itu airnya suci dan mensucikan, menjawab pertanyaan sahabtnya, namun sabda beliau “bangkainya pun halal.” Merupakan tambahan jawaban dari pertanyaan sahabat. Lih : Subulus Salam, Kitb Air, bab Tharah, Hadist No 1.

[1] Lih : Ushul Al Hadits li Muhammad Ajaj Al Khatib, hal 49

[2] Lih: Majma Az Zawaid hal 132, Juz I

[3] Ibid

[4] Musnad Imam Ahmad, hal 100 hadits No. 7362, Juz II, Fathul Bary, hal 255, Juz I

[5] Lih : Al Jami’ Li Akhlaq ar Ra’wi wa Adab as-sami’, hal 96/B dan Fathul Bary hal 390, Juz I

[6] Fathul Bariy, hal 289, Juz VII

Thursday, May 12, 2011

AKHLAQ SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN KEMANUSIAAN

Manusia adalah makhluk Tuhan yang tertinggi. Untuk mengkohkohkan ketinggian martabat manusia dalam rangka memenuhi fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi, ajaran islam menegaskan perlunya ilmu dan agama. Akhirnya dalam hubungan manusia dengan agama, maka agama akan menjadi sumber paling luhur bagi manusia. Sebab yang digarap oleh agama adalah masalah yang mendasar bagi umat manusia, yaitu akhlaq. Kemudian segi ini dihidupkanya dengan kekuatan ruh tauhid dan ibadah kepada Tuhan, sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran roda sejarah manusia di dunia.
Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah yang terakhir. Beliau diutus menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Beliau membawa misi yang universal dan abadi. Universal artinya untuk seluruh manusia dan abadi maksudnya sampai ke akhir zaman. Dalam inti ajaran agama (Islam) yang beliau bawa adalah mengadakan bimbingan bagi kehidupan mental dan jiwa manusia, sebab pada bidang inilah terletak hakekat manusia yang menentukan bentuk kehidupan lahir. Nabi bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan keutamaan akhlaq”.
Akhlaq memiliki makna berbeda dengan moral. Moral mengandung makna laku-perbuatan lahiriah. Seorang yang punya moral saja, boleh diartikan seseorang karena kehendaknya sendiri berbuat sopan atau kebajikan karena suatu motif materiil, atau ajaran filsafat moral semata. Sifatnya sangat sekuler atau duniawi. Sikap itu biasanya ada selam ikatan-ikatan materiil itu ada, termasuk didalamnya penilaian mata manusia, ingin memperoleh kemasyhuran dan pujian dari manusia. Sikap yang tidak punya hubungan halus dan mesra dengan Yang Maha Kuasa, Yang Transcendent. Berbeda dengan akhlaq ialah perbuatan suci yang terbit dari lubuk jiwa yang paling dalam, karena mempunyai kekuatan yang hebat. “Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran”. (Al Ghozali “Ihya Ulumuddin”)
Menurut ajaran islam berdasarkan praktek Rosulullah, pendidikan akhlaqul (akhlaqul karimah) adalah faktor penting dalam membina suatu ummat atau membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidaklah ditentukan oleh semata dengan faktor kredit atau besarnya investasi yang melimpah, tetapi kalau manusia pelaksananya tidak memiliki akhlaq, niscaya segalanya akan berantakan baik itu disebabkan oleh penyelewengan atau korupsi. Demikian pula pembangunan tidak mungkin berjalan hanya dengan kesenangan melontarkan fitnah kepada lawan-lawan politik atau hanya mencari-cari kesalahan orang lain. Bukan pula dengan jalan memasang slogan-slogan kosong atau hany bertopang dagu. Yang diperlukan dalam pembangunan ialah Keikhlasan, kejujuran, jiwa kemanusiaan yang tinggi, sesuainya kata dengan perbuatan, prestasi kerja, kedisiplinan, jiwa dedikasi dan selalu berorientasi selalu ke depan serta pembaharuan untuk kepentingan bersama.
Program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha ialah pembinaan akhlaq mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat. Akhlaq dari suatu bangsa akan menentukan sikap hidup dan laku-perbuatanya. Intelektual suatu bangsa tidak besar pengaruhnya dalam pembangunan atau keruntuhan, akan tetapi akhlaq jualah yang akan menentukan bangun dan runtuhnya suatu bangsa. “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaqnya kekal, jika akhlaqnya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”. (Ahmad Syauqi Bey)

Saturday, May 7, 2011

Misi Pendidikan

Setiap pendidik memiliki misi yang kuat untuk mencapai tujuan pendidikan dalam mengantarkan peserta didik menjadi insan yang kamil. Segala kemampuan dalam bentuk usaha baik materi atau imateri akan menjadi modal dalam perjuanganya.

Sekarang, mari kita bertanya pada para insan pendidikan Indonesia atau pada diri kita sendiri, apa misi kita? Apa yang akan membuat kita rela mengorbankan segala milik kita demi mencapai misi itu? Apa misi pendidikan kita? Apakah itu benar-benar misi yang deminya kita rela berkorban? Atau sekedar basa-basi slogan?

Tanpa misi yang kuat tak akan pernah terjadi MESTAKUNG. Karena tanpa misi tidak akan pernah terjadi kondisi kritis. Bila sebuah institusi memiliki banyak masalah tetapi institusi itu tidak memiliki misi, ini bukanlah kondisi kritis. Ini hanya sebuah kondisi rumit yang tidak akan mendorong MESTAKUNG (ketika sesuatu sistem berada pada kondisi kritis, segala sesuatu di dalam sistem itu akan mengatur dirinya sendiri tanpa paksaan. Di dalam pengaturan tersebut, tiap-tiap bagian sistem itu secara serentak bergerak bahu-membahu untuk keluar dari kondisi kritis, sehingga menghasilkan suatu terobosan baru yang luar biasa. Alam sekitar pun turut mendukung. Ini berlaku pada setiap makhluk hidup serta alam sekitar pada kondisi kritis.)

Ki Hajar Dewantara, 70 tahun yang lalu, telah merumuskan misi pendidikan Indonesia. Di antaranya misi itu adalah pendidikan kita untuk membebaskan, membangun rasa tanggung jawab, dan menjadi serasi. Pendidikan kita mestinya membebaskan anak didik dari berbagai keterbatasan. Dengan pendidikan, anak didik kita menjadi bebas memilih profesi yang ia minati, bebas mengejar prestasi, bebas menentukan pilihan hidup. Apakah pendidikan kita mencerminkan kebebasan ini? Tampaknya banyak anak didik kita yang merasa tidak terbebas dari berbagai kekangan. Mereka merasa terlalu terbebani dengan berbagai tugas sekolah yang tidak jelas arahnya. Mereka merasa terkungkung dengan peraturan sekolah yang tidak jelas apa maksudnya.

Bagaimana dengan para guru kita dan insan pendidikan kita? Apakah mereka memiliki kebebasan untuk memilih cara terbaik untuk mendidik putra-putrinya? Apakah mereka memiliki kebebasan untuk menentukan nilai kelulusan putra-putrinya? Ataukah mereka terpaksa mengikuti sebuah peraturan yang sebenarnya kurang tepat? Membebaskan adalah misi utama sebuah pendidikan, kapan pun, di mana pun.

Tentu saja, Ki Hajar telah memahami sejak awal, konsekuensi dari sebuah kebebasan adalah tanggung jawab. Karena kita memiliki kebebasan menentukan cara mendidik putra-putri kita maka kita harus bertanggung jawab atas hasil pendidikan itu. Jika kita tidak memiliki kebebasan itu maka kita boleh untuk tidak bertanggung jawab terhadap pedidikan. Karena putra-putri kita bebas memilih jalan hidup mereka – berkat pendidikan – maka mereka pasti bertanggung jawab penuh terhadap semua pilihannya. Ini lah misi kedua dari pendidikan.

Hidup serasi. Tragedi di jaman modern ini: banyak orang sukses ternyata tidak bahagia. Mereka merasa hampa dalam hidup. Lebih menyedihkan lagi banyak orang tidak sukses juga hidup tidak bahagia. Hidup serasi, itulah misi pendidikan dari Bapak Pendidikan kita. Pendidikan mesti mendorong putra-putri kita untuk meraih impian, sukses maksimal, dan hidup bahagia dalam keserasian. Serasi dalam sukses karir dan bahagia dalam keluarga. Serasi kemajuan pribadi dan kontribusi sosial.

Kami mengadopsi misi pendidikan Ki Hajar menjadi misi APIQ. Pertama, misi APIQ adalah membebaskan. Siswa yang belajar APIQ menjadi bebas. Ia menjadi bebas mengembangkan kreativitas mereka dalam matematika. Matematika bukan menjadi beban yang mengikat siswa. Tetapi matematika menjadi sarana untuk lebih bebas. Bebas berpikir, bebas berekspresi, dan bebas berkreasi.
Bertanggung jawab adalah misi kedua APIQ. Saya mengamati suasana ruang belajar APIQ sebelum dan sesudah terjadi proses pembelajaran. Tidak ada perbedaan mencolok antara keduanya. Padahal di tengah-tengah proses pembelajaran terjadi perubahan drastis. Sebelum pembelajaran, ruang kelas tertata rapi. Mulai pembelajaran masih rapi tetapi mulai berubah. Di tengah pembelajaran, benar-benar berubah. Ruang kelas acak-acakan. Beragam jenis permainan berserakan di mana-mana. Onde milenium, dadu milenium, kartu milenium. lembar kerja standar, dan lain-lain saling tumpang tindih. Menjelang akhir pembelajaran, para siswa dan guru merapikan kembali ruang kelas mereka. Itu adalah sedikit cara dari APIQ untuk memperkenalkan tanggung jawab kepada putra-putri kita.
Misi untuk menjadi serasi merupakan misi yang paling mendasar untuk APIQ. Sejak awal kami merintis APIQ, serasi adalah mantra mujarab kami. Serasi mengaktifkan otak kiri dan otak kanan. Serasi menumbuhkan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Serasi disiplin belajar matematika dan kreatif mengembangkan matematika.

Dengan perjuangan tak kenal menyerah dan dukungan dari berbagai pihak kami mengejar misi APIQ. Dengan semangat yang lebih besar lagi, mari kita kejar misi pendidikan kita. Misi pendidikan yang membebaskan, bertanggung jawab, dan serasi. Majulah Indonesia!

Antagonis - Politik

Antagonis - Politik Faktor Penyebab Beberapa sebab utama dari krisis politik ini, yakni feodalisme, oligarki dan banalitas kejahat...